Header Ads

WIDI, Sang Penari Keraton juga Insinyur Hebat

Saya menyebut Hendricus Widi seorang insinyur sipil hebat sejatinya trik saya menjilat dirinya biar ia mentraktir saya tiap pulang Jogja. Secara dia kerja di Jakarta di sebuah perusahaan termahsyur, pasti isi ATMnya harum banget. Untuk membelikan saya makan siang adalah hal kecil baginya. Sebenarnya, saya bisa meminta lebih darinya karena sangat sulit mencari waktu kosong saya dengan kesibukan bejibun saya. Tapi baiklah, persahabatan tidak harus kaku dilakukan justru kudu lentur.

Tentang penari keraton, ya? Wah, Widi mengaku sedari kecil berlatih menari di sanggar milik keraton. Darah seninya mengalir deras dari ayahnya yang juga penari keraton. Tapi saya tidak percaya jika Widi berdarah seni! Saya malah mengira dia mutan atau monster yang menyamar, pura pura belajar tarian keraton Jogja untuk nanti dijual ke Malaysia. Bahkan ia ingin meledakkan Keraton Jogja? Bisa jadi, bisa jadi ....

Suatu waktu, kami pernah chatting dengan obrolan begini:

'Dan,' Widi memulai percakapan. 'Di keraton, waktu kecil aku suka main bola sama pangeran kalau teriak teriak ngejar bola pakai bahasa halus!'

Bayangan saya langsung mundur ke dua pukuh tahun silam ketika Widi jadi cecunguk yang disuruh suruh pangeran kerajaan. Lalu saya bertanya tanya kalau pangeran marah sama Widi seperti apa, ya? Semoga dulu Widi penuh dengan siksaan!

'Lucu ya kalau aku dulu ikut main sama kalian ....' kata saya dengan nuansa mupeng aka muka pengin.

'Kau masih jadi penghuni hutan Grobogan?!'

'Biar saja. Toh siapa sekarang yang menjadi warga Jogja? Aku to? Kamu malah di Jakarta jadi gembel!'

***

Malam kemarin pentas Widi dalam acara Dies Natalies UGM. Ia memenuhi janjinya jika Swagayugama, UKM tari Mataraman UGM, jika ada acara di akhir pekan akan datang dan turut andil menari.

'Kalau kamu nggak hadir, minggat dari JOGJA?!' ancam Widi pada saya.

Saya ogah ogahan saat Widi mengabari.

'Emm, emm ....' ucap saya.

'Kubelikan tiket!'

Langsung semangat saya seperti roket yang diluncurkan dari stasiun NASA di Nevada. Siapa sih yang nggak mau tontonan gratis di Taman Budaya Yogyakarta? Orang gila yang menampik traktiran. Di Jogja, ada budaya jika sesuatu yang bayar adalah tidak bermutu. Gratis menurut saya harga mati. Sebenarnya kurang adil bagi seniman, tapi itulah uniknya Jogja.

***

Dan pementasan sudah berakhir. Widi yang sekarang perutnya maju buncit, menandakan isinya daging babi dan anjing, tampil tunggal membawakan tarian topeng. Oke menurut saya. Meski ia sibuk di kantor, badannya masih luwes menari.

Selamat buatmu, Wid! Terima kasih memberi asupan gizi untuk terus mencintai budaya negeri sendiri. Sekali lagi, selamat ....

Tidak ada komentar