Kacamata Futuristik untuk Berpasar yang Mengasyikkan
Pasar tak ubahnya candu buat Rohmat. Setiap Minggu, ia bareng istrinya punya jadwal ke pasar. Mereka bilang, pasar ialah keseksian tersendiri. Dan keren. Rohmat tak pernah mengajak sang istri ke mal yang ia sebut tempat pemasungan kreativitas karena tak ada ruang tawar menawar. Kepekaan si pembeli tak timbul berganti label label harga yang bi
kin pembeli takluk.
'Bun, tiap abi ke pasar, rasanya seperti di surga saja!' kata Rohmat bersemangat.
Istri Rohmat hanya berdeham. Dalam batin ia agak mangkel, tapi bagaimana lagi ketimbang suaminya marah. Ia pun sembunyi sembunyi kalau pengin ke mal. Saat sang suami pergi ke kantor, ia mengendap ngendap dan melesat pakai ojek.
'Umi,' tatap Rohmat ke istrinya. Kopiahnya miring tak sedap di pandang. 'Kita beli daging domba yuk!'
Sang istri mengangkat telunjuknya, menggoyang goyangkan ke kanan dan kiri, sebagai tanda tak setuju.
'Kolesterol, Mi? Dikit aja ya? Plis ....'
Bukan masalah kolesterol dalam batin istri Rohmat. Tapi, sebentar lagi Idul Adha, masjid masjid akan membagi bagikan daging kurban gratis. Lumayan buat mengirit pengeluaran.
'Boleh ya, Mi?' Desak Rohmat. 'Kita masak panas panas, rica rica yang hot!'
Kata "hot" meluluhkan hati istri Rohmat. Ia paham apa maksud suaminya itu. Setelah makan daging domba, mereka main hulahop tiga jam nonstop. Baik, kata istri Rohmat setuju.
'Bu, daging seperempat kilo.' Pinta Rohmat pada pedagang daging. Anehnya ia melotot.
'Bu, seperempat yang ini.' Ulang Rohmat.
Tak ada reaksi tangkas si ibu pedagang saat pembelinya memohon. Rohmat mulai sewot.
'IBU, istri saya ngidam pengin kambing .... '
Seruan Rohmat mengagetkan si pedagang. Ia segera memukul mukul daging. Sebelum mengangkat beberapa kerat daging ke timbangan, ia mendongak dan berkata:
'Anda tidak pakai kacamata, harga naik dua kali lipat!'
Rohmat dan istrinya bertatapan. Mereka tak paham maksud si pedagang.
'Maksud ibu?' Tanya Rohmat.
Si ibu penjual ngakak hebat.
'Ini!' Ia mengulurkan dua kacamata keren pada Rohmat. 'Kalau kalian pakai kacamata itu, harga kembali normal.'
Rohmat dan istrinya menuruti keanehan si penjual.
Sumber gambar: richardvanderhurst.in
'Bun, tiap abi ke pasar, rasanya seperti di surga saja!' kata Rohmat bersemangat.
Istri Rohmat hanya berdeham. Dalam batin ia agak mangkel, tapi bagaimana lagi ketimbang suaminya marah. Ia pun sembunyi sembunyi kalau pengin ke mal. Saat sang suami pergi ke kantor, ia mengendap ngendap dan melesat pakai ojek.
'Umi,' tatap Rohmat ke istrinya. Kopiahnya miring tak sedap di pandang. 'Kita beli daging domba yuk!'
Sang istri mengangkat telunjuknya, menggoyang goyangkan ke kanan dan kiri, sebagai tanda tak setuju.
'Kolesterol, Mi? Dikit aja ya? Plis ....'
Bukan masalah kolesterol dalam batin istri Rohmat. Tapi, sebentar lagi Idul Adha, masjid masjid akan membagi bagikan daging kurban gratis. Lumayan buat mengirit pengeluaran.
'Boleh ya, Mi?' Desak Rohmat. 'Kita masak panas panas, rica rica yang hot!'
Kata "hot" meluluhkan hati istri Rohmat. Ia paham apa maksud suaminya itu. Setelah makan daging domba, mereka main hulahop tiga jam nonstop. Baik, kata istri Rohmat setuju.
'Bu, daging seperempat kilo.' Pinta Rohmat pada pedagang daging. Anehnya ia melotot.
'Bu, seperempat yang ini.' Ulang Rohmat.
Tak ada reaksi tangkas si ibu pedagang saat pembelinya memohon. Rohmat mulai sewot.
'IBU, istri saya ngidam pengin kambing .... '
Seruan Rohmat mengagetkan si pedagang. Ia segera memukul mukul daging. Sebelum mengangkat beberapa kerat daging ke timbangan, ia mendongak dan berkata:
'Anda tidak pakai kacamata, harga naik dua kali lipat!'
Rohmat dan istrinya bertatapan. Mereka tak paham maksud si pedagang.
'Maksud ibu?' Tanya Rohmat.
Si ibu penjual ngakak hebat.
'Ini!' Ia mengulurkan dua kacamata keren pada Rohmat. 'Kalau kalian pakai kacamata itu, harga kembali normal.'
Rohmat dan istrinya menuruti keanehan si penjual.
Sumber gambar: richardvanderhurst.in
Post a Comment