Header Ads

Mahasiswa Baru (Kudoakan) Berhadapan dengan Satpol PP: Empati yang Terkubur

Di antara para mahasiswa muda. Yang sibuk berbincang, saling bertukar pemikiran dan nomor hape, juga sibuk makan untuk mengisi perut lapar mereka. Mereka sangat akrab, dengan obrolan yang sayup terdengar mengasyikkan. Tentang tipe blackberry paling pantas digunakan, atau tren model rambut yang akan meledak di tahun 2011. Di kantin ini, cerita baru bermula. Yang membuat dada seakan terpukul oleh palu. Tak membuat mati memang. Tapi sungguh memalukan. Mematikan rasa sebagai makhluk sosial.

Tak jelas mana dosen. Manakah mahasiswa yang dididik. Karena, wajah mereka sama. Dosen dan mahasiswa berbaur. Makan di kantin. Inilah bentuk kedekatan mahasiswa dan pengajarnya. Di era modernisasi saat ini.

Penuh sesak. Tak menyisakan satu bangku. Karena saya dan satu teman bukan berasal dari lain jurusan, kami menjaga sopan santun. Memilih aneka makanan dengan sebijak mungkin, tanpa harus bertanya ini itu seperti orang sinting di antara bising suasana. Bergeser dari satu stan ke stan lain, belum ada yang cocok. Dengan alasan harga mahal, kurang menarik menunya, dan lain komentar yang hanya kami batin. Atau diucapkan dengan berbisik.

Akhirnya kami memilih soto sapi.

Dua mangkuk nasi soto sapi, satu gelas es teh satu gelas teh panas, dan dua potong gorengan. Cukup untuk mengisi perut di siang yang mendung itu.

Mengangkat nampan, kami mencari tempat kosong. Penuh. Kami memindai, di mana bisa makan. Gang satu ke gang lain, kami mengitari.
Ada dua bangku kosong, namun di atasnya tergeletak tas. Yang dengan sengaja ditaruh untuk memberi tanda, 'Kursi ini ada orangnya!'
Baiklah, kami menyingkir mencari tempat baru.

Mendekati kerumunan cewek. Yang terkekeh dengan salah satu anggotanya, headset terpasang di telinga. Piring piring dengan sisa makanan tampak di depan meja mereka. Sudah selesai makan siang.

'Mbak, minta maaf. Bolehkah kami makan di tempat Anda.' teman saya bertanya.
'Belum selesai.' jawaban ketus dari satu mahasiswi.

Gusti. Tuhan yang Maha Pemaaf. Tampak nyata, mereka sudah selesai makan. Jika belum pun, apakah jawaban yang dilontarkan harus seperti itu. Inikah tabiat baru para mahasiswa baru di era sekarang? Yang tak berempati untuk membantu orang lain yang membutuhkan sekadar tempat untuk makan? Apakah dosen dosen yang berbaur di kantin ini sudah gagal mendidik mereka?

Mmm, mungkin zaman sudah berubah. Dan kesalahan saya dan teman yang terlahir di zaman batu! Kami sampai menyimpulkan seperti itu.

Dan kami mencari tempat, di pojok di depan kantin. Lesehan. Tak masalah. Karena memang tak ada tempat.

Saya dan teman berdoa: Semoga para mahasiswa baru ditertibkan oleh Satpol PP. Biar merasakan betapa diusir adalah penghinaan yang teramat bengis.

Semoga suatu waktu, ada kesempatan yang lebih longgar bisa berbincang dengan para mahasiswa tadi. Bertukar pandangan tentang rasa kesetiakawanan sosial. Yang sudah luntur. Ah, sungguh sayang.

Sekali lagi, ini karena saya dan teman terlahir di zaman batu. Bukan salah para mahasiswa baru yang bengis tadi.


Tidak ada komentar