Header Ads

Pesta Pora Hura Hura Huru Hara (Kampanye Politik 2009)

    Kekuasaan itu membuai. Sangat menyilaukan dan tak jarang banyak orang yang ingin meraihnya. Orang kecil gila kedudukan, ingin mencuri secepatnya. Sastrawan yang telah keluar dari jalur idealismenya, menghamba pada harta yang ditawarkan. Pengajar bisa menanggalkan kerendahan hatinya demi sebuah kekuasaan. Semua ingin berkuasa. Tidak hanya segelintir orang. Banyak dan tak terhitung. Kekuasaan adalah jalan satu-satunya untuk meraih kepuasan dan kenyamanan hidup.
    Orang-orang berkumpul di tanah lapang. Berjubel seperti menunggu giliran pembagian uang. Berdesak-desakan, bergoyang, sembari menenggak minuman keras, mengepulkan asap rokok. Mereka berpesta pora menyambut datangnya pemimpin baru. Diiringi musik pembuai hasrat, mereka meluapkan amarah, kegelisahan, dan himpitan hidup. Hari ini, hari bersejarah bagi kelangsungan sebuah negeri, Rindunesia ditentukan hanya dalam satu hari ini. Kampanye politik.
    Juru kampanye terdidik naik ke panggung politik yang memang sudah disediakan baginya. Senyum diumbar entah kepada siapa, sebenarnya matanya dirancang untuk tertutup. Melepaskan ucapan-ucapan penjerat agar massa menusuk gambar partainya. Ada burung, kerbau, lambang alam raya, simbol agama, dan aneka simbol manis penggugah selera politik. Terus mengumbar janji dan ayat-ayat kitab suci, pemuda ganteng pujaan seluruh terjerat, terutama ibu-ibu yang tak puas ketampanan suami mereka, menuntaskan pidato yang telah dipesan ketua organisasinya. Riang, bergemuruh, dan penuh dengan kejutan yang basi.
    Tukang asongan dilimpahi berkah. Hanya hari ini, tidak hari sebelum dan sesudah acara ini. Tanpa harus mengembuskan napas, para penjaja rokok dan minuman berenergi meraup keuntungan super hebat. Bisa dua sampai tiga kali. Anak, istri, atau suami mereka sudah pasti makan ayam goreng atau minimal telur sudah di depan mata. Bahagia tiada tara menyambut pesta demokrasi lima tahunan.
    Beberapa anak kecil berada di pundak sang ayah. Merekam semua tindakan politik sang juru kampanye. Mata anak-anak itu melotot tajam, mencoba membandingkan kepandaian ayah mereka dengan orang-orang berpendidikan di atas panggung. Sang ayah berharap jabang bayinya cerdas layaknya para calon pejabat pemerintahan yang didukungnya. Puas, anak dan seluruh keluarga diajak menikmati tontonan segar selain sinetron dan berita pembunuhan.
    Hari kerja diliburkan. Instruksi departemen tenaga kerja, dan entah menteri mana lagi yang menandatangani nota kesepakatan itu. Pesta demokrasi harus dirayakan seluruh lapisan masyarakat, diwajibkan menghentikan laju produktivitas. Saluran politik harus dilepaskan sumbatnya, diperlancar dengan mengikuti kampanye-kampanye dan berujung pada pencoblosan hari H.
    Para PNS berkeliaran di sepanjang ruas jalan, masih mengenakan seragam cokelat, mereka bingung menyalurkan aspirasi politiknya. Polisi dan tentara bingung setengah mati mengatur lalu lintas yang macet. Anggota DLLAJR yang dikerahkan untuk menyokong keamanan juga tak mampu berbuat banyak. Mereka juga bingung karena hak politiknya dikebiri. Dalam hati mereka protes, mengapa tidak diberi kesempatan untuk memilih calon pemimpin bangsanya.
    Kampanye berlangsung semarak, walaupun ada keributan kecil-kecilan, tak masalah. Yang penting agenda politik harus dilaksanakan tuntas. Memberi laporan kepada pihak Barat bahwa negeri ini telah berdemokrasi dengan baik. Ajaran politik para pemikir Barat telah diadopsi secara meyakinkan oleh seluruh bangsa Rindunesia. Investor akan berdatangan dengan uang berkoper-koper. Negara tidak akan bangkrut.
    Selamat berdemokrasi, semoga kekuatan bangsa akan tumbuh menjulang.

Tidak ada komentar