Header Ads

Iklan TV Mobi Fren Vs Budaya Baca Buku

 “Iklan jangan melecehkan, dong!”, serta merta komentar itu terlempar dari bibir manisku. Hal ini terjadi ketika aku melihat sebuah iklan di sebuah televise swasta yang ada hubungannya dengan dunia telepon genggam. Memang harus disadari bahwa dunia per-telepon genggam-an saat ini mengalami perkembangan yang makin marak. Batasan kehidupan seakan mengalami keruntuhan akibat serangan yang bertubi-tubi dari sang teknologi. Tapi perlu disimak sepak terjang dunia ini -yang oleh sebagian masyarakat kita menjadi hal yang mutlak diadakan- agar tidak menjadi distorsi dalam berfikir.


 


Aku tidak begitu faham dengan info mutakhirnya, cuma sebagai pengamat saja, maklum mengikuti mode telepon genggam akan berakibat stroke. Oleh karena itu kedangkalan analisi adalah hal yang perlu diperbaiki.


 


Sebelum ke inti permasalahan yang berkaitan dengan protesku akibat iklan “gila” itu, aku tampilkan sekelumit cerita sejarah kepemilikan telepon genggam yang benar-benar aku genggam sampai dengan sekarang (misal ada kehilangan berarti cerita ini akan bergulir terus, tapi aku tak mengharapkan kejadian itu terjadi). Baiklah silakan menyimak.


 


Percaya ga percaya selama ini aku baru berganti telepon genggam sebanyak dua kali. Telepon pertama adalah pemberian dari  tanteku, tahun 2003, yang untuk ukuran zaman itu sudah sangat membanggakan. Namun ada kejadian yang membuat aku menyesal, apakah itu? Ya, telepon tersebut kecemplung di Parangtritis –waktu jalan-jalan sama anak KKN. Aku sudah berusaha untuk mengeringkan, dengan kipas angin ampe aku teng-teng di jemuran, tapi nihil alias wafat.


 


Pernah aku bawa ke “warung perbaikan telepon genggam”, malah dia bilang “Mas, biaya perbaikan telepon ini lebih mahal dibandingkan dengan harga aslinya”. Blaik, pelecehan..Aku hanya bisa mengurut dada saja, barangkali Tuhan akan memberi kesempatan mempunyai telepon yang baru, siapa tahu?


 


Untung tak dapat diraih, malang tak bisa disangkal. Dan ini kesalahanku yang kedua adalah menggunakan uang kursus bahasa Inggris untuk membeli telepon genggam –maafkan saya, Mama. Sejak saat itu aku bertekad untuk menyayangi dan merawat dengan sebaik-baiknya telepon tersebut. Bisa dikatakan bahwa telepon itu merupakan teman setia yang selalu mengiringiku di akhir tahun kuliah. Tapi apa lacur telepon yang aku banggakan ini mengalami kerusakan pada baterai yang sering hang and drop.


 


Yang paling menyedihkan dan membanggakan adalah pada awal kerja telepon tersebut menjadi bahan pembicaraan yang lumayan hangat. Ada yang bilang telepon pengganjal pintu, buat dilemparkan ke anjing maka binatang itu akan dengan segera beralih ke penggorengan, telepon dengan thithit, telepon bernada dering serangga dan lain sebagainya. Banyak banget dan aku menanggapinya dengan santai saja. Maklum perjuangan pertama masuk kerja (yang tanpa hubungan apapun) memang berat dan pada waktu itu aku sudah lepas dari genggaman orang tua. Heheheheh


 


Terima kasih Tuhan, ternyata kegigihanku untuk menahan cercaan yang bertubi-tubi membuahkan hasil yang manis dan aku memperoleh ganti telepon yang sudah aku anggap luar biasa. Orang lain berbicara, Tuhan menilai...begitulah kekuatan kesabaran....Sekarang tinggal merawatnya dan menekan keinginan untuk mengganti mode.


 


Sekarang beralih ke iklan TV Mobi Vs Buku pada masa Ramadhan.


Sungguh memalukan apabila kita berfikir dalam saat melihat iklan yang melecehkan sebuah budaya yang seharusnya menjadi pilihan baik. Pada iklan ditampilkan seseorang yang berperan sebagai kutu buku melakukan pencarian informasi –melalui buku-buku agama- bagaimana menyiapkan puasa secara maksimal dan mengandung berkah. Dan ketika didekatnya ada seseorang yang dengan asyik masyuk memainkan telepon genggamnya, kejadian memalukan itu ditampakkan secara nyata.


 


Dengan entengnya dia mengatakan bahwa lebih mudah dan efisien jika mencari informasi agama lewat TV Mobi Fren. Di situ akan ditampilkan bagaimana cara berpuasa yang baik, ceramah para ustadz dan berita actual islami lainnya.


 


Tapi yang menjadi pertanyaan kenapa membandingkan sesuatu yang seharusnya tidak layak diperbandingkan. Kedalaman mencari informasi melalui televise dan buku sungguh berbeda dan segmentasi yang sangat berlawanan. Jika kita mencari informasi dengan tekun melalui buku maka kita dengan bebas menggali dan insan yang dihasilkan akan lebih “cerdas”. Namun jika melalui televise maka yang dihasilkan adalah produk pasif (baca lebih lanjut pada tulisan Matikan Televisi segera.....)


 


Memalukan, memuakkan...


Sebuah iklan yang pelan-pelan membawa kemunduran dalam berfikir.


 


Semoga fikiranku salah dalam kasus ini....


 


 


 


 

Tidak ada komentar