Header Ads

The Traveler



'Kenalilah negeri Anda sebelum terbang ke tempat lain!'

Badanku seakan terbakar oleh ucapan Naufmann, kawan baruku seorang bule Amerika yang berprofesi sebagai antropolog. Ia mengucapkannya dengan nada menekan dan serius muncul di wajahnya yang bergurat.

'Kalian sungguh beruntung hidup sepanjang tahun dengan matahari.' Naufmann menunduk dan melanjutkan perkataannya. 'Kami, harus pasang alat pemanas yang seringkali jamuran.'

Pertemuanku dengan Naufmann yang beragama Yahudi kebetulan. Ia naik Transjogja, sendiri di pojokan, dalam perangainya yang kusut. Saat itu aku berpikir 'Ini bule sedang galau apa, ya?'. Kudekati Naufmann dan obrolan kami mengasyikkan. Tentu, kami tak berselera membahas agama. Itu sangat menyebalkan untuk pertemuan awal kami.

'Anda ke Jogja saja, Mister?' tanyaku.

'Jangan panggil saya itu. Naufmann saja lebih akrab.' jawab Naufmann. 'Sudah keliling Indonesia dong. Sumatera, Papua, Jawa. Semua!'

'Hebat ... Saya belum.'

'Anda belum? Aneh sekali. Negerimu indah, Anda belum mencicipinya?'

Aku pun membelokkan obrolan dengan mengobral keinginanku untuk plesir ke Eropa atau Amerika. Bersekolah di sana, bekerja, menikah dengan warga aslinya, dan macam macam sampai mulutku berbuih.

'Anda salah bicara dengan saya, Danie. Saya saja ke sini buat cari kenyamanan hidup. Tempat asal saya terlalu sumpek. Di sini, saya bebas mengekspresikan diri tanpa hambatan. Budaya kalian unik dan saya membutuhkan itu.'

Ludah kutelan dalam dalam, mataku mendelik, dan telingaku seperti dipopor senapan. Aku terguling secara batiniah.

_______________________

Sumber gambar: raja4mpat.com
Mengobrollah teduh di www.rumahdanie.blogspot.com

Tidak ada komentar