Header Ads

Arisan

Ibu-ibu ini bukan penggemar arisan. Cuma; satu, dua, tiga, tambah satu nenek. Mereka berkicau, terkekeh pelan, tak menjurus urakan. Menyambut hari H pencoblosan. Penusukan hati adikku oleh pacarnya. Akad nikah sederhana.
    Aku heran, mengapa saudara sedarah tak bergabung? Sepertinya mereka tidur, mendengkur, menahan upeti agar tidak terbang. Kami tak memedulikan, berusaha mandiri. Balas membalas, inilah model kampung masa kini.
    Desaku telah berubah. Ujaran guru, jika penuh gotong royong adalah palsu. Tak pernah aku lihat sedari kecil. Masyarakat gayub rukun, ilusi dan imajinasi yang berlebihan.
    Kadang aku berpikir, sungguh beruntung orang yang hidup di kota. Biarpun tak saling mengenal, tapi mereka adil. Tak pernah merecoki urusan tetangga. Beda, lain dunia lain pemikiran.
    Tapi adilkah aku berlaku demikian?
    Masih harus diselidiki.

9 komentar:


  1. Ndhy, sisirin rambutku dong. Biar kek di kampung-kampung itu. Cari kutu tak perlu, kepalaku bebas kutu, walaupun otaknya minim.

    BalasHapus
  2. Kan ada sampo.
    Jangan bikin repot Penjaga Bumi!
    Ulahmu bikin ambeiennya pecakh

    BalasHapus

  3. Kudengar lumpur dari perut bumi bagus untuk maskeran.... Biar kulitku yang bersisik ini mulus kembali.

    BalasHapus
  4. Lbh bgus klo pke semen.
    Biar kamu di pamerin d museum fatahilah tu.Lg dpamerin bnda2 langka.
    Bsk aq pnggil pemandu sorak bwt pluncuranmu

    BalasHapus

  5. Hihihiiii.... Pemandu sorak tanpa kancut mengiringi pameran kemegahan kejantananku.... Indah nian. Hei, bisa sopan ga sih?

    BalasHapus
  6. Aku bayangkan ibumu pusing banget.Pasti kamu suka pakai punya Nyak low ya?
    Kancut terus.Aku bosan euy

    BalasHapus

  7. Ya sudah, kutang pun jadi. Hihihi....

    BalasHapus