Header Ads

2009: Eksodus Para Insinyur ke Dunia Sastra (Waspadalah Kajur Sastra!)

    Menggagas Insinyur yang Jago Sastra
 
Sudah banyak bukti seseorang dengan dasar ilmu keteknikan akan dengan luwes memasuki dunia sastra. Tetapi, hampir pasti seorang lulusan sastra akan tergopoh-gopoh mendalami ilmu teknik. Tidak bermaksud merendahkan makna institusi sastra, ini adalah sebuah refleksi dalam bahwa sastra adalah kebutuhan mendesak untuk menyelamatkan kelangsungan bangsa Rindunesia. 
    Syarat utama: Menyukai dan mencintai buku. 
    Bumbu penyedap: tekad yang kuat, siap jatuh bangun, kesediaan untuk melembutkan rasa, empati, dan kesetiakawanan sosial tanpa SDSB. 
    Atlet cadangan: berani malu, tebal muka, kadang narsis juga dibutuhkan, dan mulut besar. 
 
Apa kekurangan anak teknik, yang bisa dikurangi, agar mereka mampu menembus dunia sastra?
1. Lulusan teknik yang piawai berhitung, memelototi bagan-bagan ilmiah yang menjemukan, diagram memabukkan, rumus-rumus yang membuat keriting otak, hingga terpaksa mencontek lewat bantuan kalkulator canggih, mereka harus bisa menjelaskannya melalui bahasa yang mengalir. Berlatih menulis hal-hal teknik dengan bahasa sastra.
    Satu = Aku merindukan keberadaan Tuhan
    Dua = Ibu guru Biologi menjelaskan jumlah buah pelir normal seorang lelaki
    Tiga = Presiden Rindunesia menyukai musik metal
    Sinus = Ini bisa antara penyakit di hidung atau hasil bagi antara garis depan dan garis miring. 
Betapa indahnya jika para insinyur melakukan presentasi dengan berpuisi, bersajak, dengan kalimat-kalimat romantis yang melupakan waktu makan siang, atau kritik-kritik sosial yang samar. 
 
2. Biasanya, departemen teknik selalu identik dengan hal berbau kaku. Di sebuah universitas terkenal malah mewajibkan anak didiknya: memakai kemeja, bersepatu. Ini resepsi atau wawancara kerja. Ada seorang sastrawan cabul berpendapat, fakultas teknik harus bercermin ke anak sosial. Modis, menawan, namun tetap encer otaknya. 
    Hapuskan budaya feodal di kampus teknik. 
    Otak sudah pusing, harus bergaya kaku. Jika perlu tiap hari yang disepakati, diadakan pesta baju. Fashion show yang dipimpin oleh dekan teknik. 
 
3. Mata kuliah sastra harus dikuasai oleh mahasiswa teknik. Bukankah banyak ilmu, banyak rezeki? Maaf, mahasiswa sastra, mau tidak ditantang menguasai ilmu teknik?
    rambut bergoyang = bujur sangkar ditabrak oleh meteor
    burung berkicau menyejukkan hati = sperma yang hangat-hangat tahi ayam merangsek mencari-cari ovum yang tersipu malu di pojok rahim.
 
4. Stop permusuhan antara mahasiswa teknik dan sastra. Data sudah banyak, dua fakultas ini selalu tidak bisa akur. Mereka sering beradu rambut, jambak-jambakan, kadang melempar lipstik. Bahkan dikabarkan oleh salah satu radio populer tapi jangkauan lokal, diharamkan mahasiswa teknik menikahi mahasiswa sastra. Bukankah ini tidak adil? Menurut sebagian orang. O benar, "a" Vs "a"?
 
5. Mari menyemarakkan sastra. Bukalah sebuka bukanya rok sastra ibu pertiwi. Biarkan semua generasi menikmatinya dengan air liur kegembiraan yang menetes deras. Ditampung di ember emas dan diajukan ke meja sidang Cannes, Oscar atau kalau masih malu-malu bisa diikutkan ke Festival Layang-layang di Kabul. 
 
Jayalah sastra tanah air, semoga kau jaya di perusahaan jamu. Kasih saya rekor, dong! Bapak cakep, deh. 

2 komentar:


  1. Ah!!! Tantangan terbuka untuk penganut disiplin kesusastraan!!! Sssttt, persiapkan dirimu!!! Kalau tidak, mas arsitek itu tak akan segan menggebuk jidatmu dengan setumpuk cetak-biru proyek real-estate di tanah air!!! Ampun, seram.

    BalasHapus
  2. aku bukan arsitek. Aku arisan
    Ya namanya juga provokator. Bebas lahhh
    tuing tuing

    BalasHapus