Header Ads

Kereta Api Bersifat Kapal Karam (Kegagalan Departemen Perhubungan)

    Menghubungkan, membuat dua titik menjadi tersatukan.  
    Jalur, garis antara dua poin. Kebaikan dan keburukan.  
Menteri Perhubungan, menjadi penengah antara kepentingan pengusaha dan rakyat jelata?
    Aku menemukan sebuah ketimpangan. Memalukan dan tak pantas dilihat oleh orang miskin sekalipun. Jelas, jika hartawan tak akan melihat, karena mereka lebih memilih moda transportasi yang lebih mewakili kepentingan mereka.  
    Bingung, itu yang kualami. Aku membeli tiket kereta bisnis, apa yang terjadi? Aku seperti naik kapal laut.  
Bukankah itu hanya khayalanmu? Itu imajinasimu yang kelewatan, tak memiliki landasan hukum. Mengucapkan seucap kata harus didasari dengan perspektif ilmu.  
    Ah, aku tak tahu semua itu. Yang aku tahu, aku lihat dengan mata kepalaku sendiri; Kereta api bisnis seharga 10.000 rupiah bocor atapnya dan air hujan masuk ke dalam gerbong.  
    Nelayan, bajak laut, dan kelasi kapal bodoh berada di dalam gerbong kapal laut.  
    
Menteri perhubungan telah gagal. 
    Mundur saja seperti samurai yang berhati dan berjiwa jantan. 
AKu tak akan menampilkan gambarnya. Tak usah, para pejabat akan malu. Benar, aku memiliki foto kejadian tragis itu. Tapi buat apa aku menunjukkannya, kurang kerjaan saja. Lebih baik kunikmati saja dan kubayangkan aku mengarungi samudera biru. Burung camar terbang, menggelombang, menukik menuju permukaan laut, menyelam sekadarnya sampai mendapatkan ikan, lalu terbang lagi ke angkasa. 
    Aku lihat seorang berkacamata berpenampilan necis berteriak-teriak di sebuah pulau. Ada beberapa orang di belakangnya. Oh, sungguh beruntung ada teleskop di dekatku. Mantap, Tuhan maha Adil selalu memberikan petunjuk kepada insannya yang mengorek-ngorek kebejatan para pejabat. 
    Dr. X, MT. Ph. D
    Menteri Perhubungan Rindunesia
    Nomor Induk Pegawai--tidak begitu terlihat. 
    Mereka, satu departemen, terdampar. Alangkah kasihan mereka. Ingin aku menolong, tapi ini hanyalah mimpi. Mana mungkin aku membantu mereka yang berada di realita, kenyataan hidup yang menyedihkan. Biarkan mereka mencari jalan ke luar, mungkin saja mereka merakit sampah-sampah plastik yang juga terdampar di pulau itu. Atau, memancing dengan akal mereka rongsokan besi di dalam laut. Membuat sebuah kapal, bukan, kereta api yang tak tembus air hujan. Biar mereka kreatif. Aku yakin mereka akan meninggalkan kebiasaan mengisi TTS, membaca satu koran bolak-balik selam sehari penuh, khatam berulang kali, uh membosankan. 
    Kapalku berbunyi "Kuk, kuk, kuk."
    Hampir mirip dengan kereta api, "Jes, jes, kuk kuk." Tidak ada jes, jes. 
     
Sungguh pengalaman yang mengasikkan. Kuingin mengulangi lagi. Semoga Tuhan memberiku kesempatan lain. 

Tidak ada komentar