Header Ads

Pah..Lawan, Bush (Bagian 2)

Pada bagian pertama, latar cerita dipenuhi dengan suasana tegang yang terpancar dari tim penerima kedatangan “Bos Dunia”, George W. Bush. Hal ini sangat berbeda dengan kesiapan tim kepresidenan dari Negeri Paman Sam, Tim Patriot.  Mengacu pada semboyan Menang Urip Ndherek Mawon, dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai kepatuhan kepada sang Raja adalah hidupku, sebuah pernyataan klise yang menunjukkan ke tidakpunyaan pendirian, mereka dengan sigap mempersiapkan segala sesuatunya dengan sangat sempurna dan profesional.


 


Di sudut pesawat pribadi supersonik yang di dalamnya terdapat berbagai fasilitas perkantoran, malah ada selentingan kabar jikalau di pesawat tersebut terdapat; kolam renang, café & bar bahkan kawasan pertokoan, Bush sedang asyik memainkan sebuah alat canggih. Alat apakah itu? Bukan hanya telepon genggam model CDMA ataupun GSM, yang saat ini orang Indonesia menggilai mempunyai telepon genggam sebanyak dua buah, bukan pula PDA, maka alat tersebut melebihi kecanggihan otak manusia biasa. Alat tersebut dinamakan Detector Computer National (DACON), sebuah alat keluaran terbaru dari NASA yang dapat menjangkau semua informasi terkini di seluruh penjuru dunia.


 


Bergeser sedikit kita mencoba mengintip aktifitas apa yang dilakukan menggunakan alat tersebut. Ternyata bukan gambar ataupun video porno, yang sering dilakukan oleh orang berfikiran jorok, Bush dengan dalih hal tersebut sudah menjadi masa lalu sedang mengamati keadaan kota Jakarta dari ketinggian 5000 m di atas permukaan tanah. Kadang bibirnya tersungging, menunjukkan betapa bangga, melihat perusahaan besar negerinya menjamur bak cendawan di musim hujan. Tapi dengan cepat raut mukanya menjadi padam tatkala dia melihat unjuk rasa masyarakat Indonesia yang menolak kunjungannya. Seketika dia berteriak memanggil istrinya, Laura Bush, ketika dia melihat poster bertajuk “Bush Monyet!”.


 


“Bu, kalau tidak bisa melafalkannya ya baca Mom saja, kok orang Indonesia kayak gitu ya?”


Ada apa, sayang?”, belai manja sang istri


“Seenaknya saja mereka mengatakan aku monyet, teroris, penjagal dunia, apa mereka tidak tahu kalau aku melakukan peperangan di Afganishtan, Iraq, bahkan di Indonesia karena aku ingin menata dunia”, seloroh Bush.


 


“Biarkan saja lah Pap, toh mereka orang-orang bodoh yang tidak tahu kemajuan. Mereka hanya berkutat dengan mimpi dan eleginya. Jika mereka tidak mau berfikir bagaimana bisa mengalahkan bangsa kita, maka selamanya kita menjajahnya. Hegemoni yang kita lakukan hanya sebuah isyarat bahwa mereka harus bangkit, namun mereka tetap tidur pulas”, pidato Laura.


 


Memang sungguh benar jikalau di balik seorang pemimpin besar maka terdapat seorang yang tangguh dan mempengaruhi keputusan-keputusan sang suami. Presiden Amerika Serikat terdahulu Bill Clinton sangat dipengaruhi oleh Hillary, sang istri, dalam menentukan kebijakan. Di samping itu, Hillary juga sangat piawai dalam melanglang buana di dunia perpolitikan. Bill Clinton dengan partai demokratnya juga rajin melakukan eksplorasi intelektual tanpa mengedepankan perang dalam era kepemimpinannya.


 


Berbeda dengan George Bush Junior, semenjak ditasbihkan sebagai Presiden Amerika Serikat selalu menerbitkan suatu polemik keputusan di luar negeri bahkan dalam negeri. Tak jarang keputusan yang dihasilkan mendapat kecaman keras dari partai lawan –Demokrat. Perbedaan yang menonjol adalah pimpinan dari partai Demokrat mengedepankan dialog, sedangkan partai Republik menerapkan kekuatan militer untuk menunjukkan superioritasnya.


 


Setelah sekian lama memainkan alat yang super canggih, Bush merasa kelelahan dan mulai terserang virus kengantukan yang biasa menyerang orang dengan tingkat kecerdasan di bawah rata-rata. Bibir yang selalu menguap, mata berkedip-kedip dan badan lunglai, telah menyerang ketangguhan badan sang Presiden. Akhirnya buaian mimpi benar-benar telah menarik Bush ke dalam alam non riil dan isapan waktu mempertemukannya dengan sang ayah di alam kegaiban.


 


“Bagaimana perkembangan kepemimpinanmu, anakku?”


 


“Semua ilmu yang ananda serap dari ayahanda telah saya praktikkan. Mulai dari penjatuhan Rezim Taliban di Afganishtan, kemudian musuh besar ayah yaitu Saddam Hussein melalui sistem peradilan yang kita rasuki, sekarang tak berdaya dan lunglai menunggu keputusan gantung”, ujar dengan bangga dari si kecil.


 


“Ada kemajuan dengan tindak lanjut kesepakatan kita tentang para setan kecil, Iran dan Korea Utara yang dengan semena-mena berbalik pendapat kepada kita, ketika perang mereka kita bantu dalam teknologi nuklir, setelah perang usai mereka merampok dan berkoar-koar menentang kita?”, cerocos yang lebih tua menginvetigasi sang anak.


 


“Masih dalam proses penyusupan ke dalam dan kita akan lakukan pembusukan dengan sangat hati-hati. Oh ya, tentang Indonesia sebentar lagi saya akan berunjung ke sana melakukan inspeksi apakah Presidennya masih tunduk kepada kita berkaitan dengan minyak, gas, dan masyarakatnya”, terang Bush.


 


Mimpi tentang dialog antara sang guru dan anak didiknya menjadi buyar tatkala kondektur pesawat –tepat tidak ya?- memegang tangan Bush tanda bahwa perjalanan telah sampai di Jakarta. Pasukan pengamanan Presiden Bush mengambil inisiatif untuk tidak melakukan perjalanan dengan draft yang ditawarkan Kepolisian Indonesia, karena mereka berdalih semua yang dikerjakan oleh manusia Indonesia adalah kekurang profesionalan. Sebagai contoh adalah pembuatan hely pad sebagai tempat pendaratan helikopter yang membawa Bush menjadi penyulut kesimpulan pengawal nomor wahid Amerika Serikat.


 


Dengan pilihan yang benar-benar tepat mereka sampai ke istana Bogor. (bersambung)

Tidak ada komentar