Header Ads

CPNS DOSEN 2014 (Bagian 22): Ujian Tertulis yang Mengguncang


Kesulitan saya sewaktu ujian tertulis TKB ialah pena saya yang gendut. Itu, jenis pulpen empat warna--merah, hijau, biru, dan hitam--yang bentuknya kaya ibu hamil tua. Pergerakan tangan saya yang biasanya lincah terganggu oleh beratnya pena yang harus saya sangga. Luncuran ide saya di otak tak lancar tertuliskan di lembar jawab. Saya lupa bawa pulpen serep!

Ruang tes tertulis Unsil pun menambah ketaknyamanan saya. Panasnya minta ampun. Tidak ada AC, tak terlihat kipas angin di sudut sudut ruangan. Keringat mengucur deras bersama gerutu saya dan duduk saya yang tak tenang. Jujur, inilah tes dengan ruang terburuk yang saya pernah ikuti.

Sebelumnya, trik yang telah saya siapkan di rumah eyang siap saya guncangkan. Tujuannya sederhana yaitu merusak konsentrasi pesaing saya. Terutama empat kontestan calon dosen teknik sipil itu! Otak mereka jangan diberi kesempatan untuk lancar berpikir. Harus dibikin buntu! Bagaimana caranya?

***

Sampai di gedung Micro Teaching Unsil, saya peserta yang tampak seorang diri. Belum ada kandidat lain. Sempat saya berpikir apakah saya salah jadwal dan mengecek kembali jika benar hari ini. Pun saya bertanya pada seorang bapak yang ada di gedung Micro Teaching.

'Salam, Pak.' sapa saya. 'Tes CPNS benar di sini?'

Si bapak menjawab saya dengan wajah tak segar. Ia terlihat ogah ogahan seolah saya penawar sumbangan keliling untuk pembangunan masjid yang siap ia hardik.

'Memang ada tes CPNS?' jawabnya.

'Benar, Pak. Di gedung micro teaching?'

'Tapi tidak ada jadwal yang saya catat di sini.'

Ia membuka buka buku catatannya dan mendongak kembali ke arah wajah saya. Jelasnya, pihak universitas belum menghubungi dirinya guna mempersiapkan gedung micro teaching untuk ujian CPNS.

'Bentar saya hubungi teman saya!' serunya.

Menunggu beberapa menit ketika si bapak berbincang dengan bahasa Sunda pada temannya, saya mendapat jawaban jika tes CPNS akan pindah ruangan. Tepat di kata terakhir yang terucap dari bibir hitam si bapak yang tampaknya perokok berat, perut saya mual tak keruan yang sisa pencernaanya siap saya buang di WC.

'Nuhun, Pa.' saya berkata langsung cabut cari toilet.

***

Saya mengenakan kemeja pink dengan sebelumnya parfum beraroma menusuk hidung saya semprotkan membabi buta ke tubuh saya. Harapan saya ya itu tadi: membuyarkan konsentrasi peserta lain. Tak cukup itu, saya membawa tiga buku tebal yang saya timang timang. Buku teknik sipil satu, buku filsafat biar berkesan brilian, dan Al Quran untuk mengusir setan setan dari diri saya untuk menempel ke tubuh pesaing yang telah berkumpul dan siap ujian.

'Mas, ambil formasi apa?' jawab salah satu kontestan.

'Dosen ekonomi.' jawab saya berbohong.

Sengaja saya berdusta karena jika makhluk di hadapan saya tahu saya calon dosen teknik sipil, ia akan menyedot kekuatan saya. Saya tahu kok kalau dia berniat jahat mengambil energi kekuatan saya hingga tak bisa saya mengerjakan tes tertulis. Kudu irit informasi kalau dalam kondisi menegangkan seperti ini. Salah salah mereka unggul. BUIH!

Tiba saatnya ujian tertulis lewat aba aba panitia yang sangar di depan peserta yang duduk rapih. Saya tenangkan hati dan berdoa semoga usaha saya lancar jaya. Ketika panitia membagi soal ujian, saya menjejak jejak lantai ruangan sebanyak tiga kali dan berucap: 'lulus,lulus, lulus!'

Ternyata, bukan soal ujian keteknikan seperti fondasi, baja, kayu, bendungan, jalan raya, jembatan, atau segala hal tentang teknik sipil. Soal soal yang diujikan malah layaknya tes masuk perusahaan; motivasi mengajar, target lima tahun ke depan ketika jadi dosen, dan pertanyaan lain yang biasa saya temui. Saya babat dong!

Lepas tes tertulis, saya melesat ke toilet kampus untuk berganti kostum yang lebih elegan dan mengganti parfum yang tak menor karena tes selanjutnya ialah wawancara. Di situ, saya akan bertemu dengan penggede kampus. Tak layak saya lebai.

Tidak ada komentar