Header Ads

KEMBALINYA si ITIK DURHAKA



Saya tersentak dengan suara itik yang dulu pernah mengisi hari hari saya dan menghilang membawa dendam. Ia datang dalam tubuhnya yang belepotan, bersuara parau tanda ia tak mampu mengurus dirinya, sekarang merengek rengek minta ampun. Sontak memori itu muncul kembali membekap diri saya. Amarah menguasa jiwa saya.

Sebetulnya ini kesalahan saya. Saya mengaku dosa karena mengitik-emaskan si Boepeng, begitu saya memberi nama, mengacuhkan itik itik lain. Boepeng saya beri makan paling enak dengan konsentrat yang membikinnya paling sehat lalu memberi tempat berbeda ketimbang lainnya. Waktu itu timbul bisik bisik dari itik piaraan saya namun telinga saya tertutup entah karena apa.

Sebentar saya mengembalikan memori saya tentang Boepeng, satu itik saya yang spesial itu. Oh, saya ingat! Saya menaruh iba pada dirinya. Momen ini yang membuat saya sangat ingin membantu dirinya ke luar dari permasalahan yang membelitnya.

'Aku tak punya ayah, Tuan.' ia bercerita pada saya. Boepeng memang bukan itik saya asli karena saya memungutnya di jalan ketika ia berjalan tertatih tatih.

'Kenapa ayahmu? Meninggal?' tanya saya.

'Ayahku tidak mati,' Beopeng waktu itu berkata dalam matanya yang memelas dan membuat hati saya terenyuh. 'Kami berselisih sampai ayahku mengusirku dari rumah!'

'Kenapa?'

Boepeng menceritai saya jika ia punya bakat menyanyi. Ia menyebut dirinya seekor itik penyanyi. Tapi ayahnya memaksa agar anaknya itu mengikuti jalur ayahnya sebagai itik perenang. Alasan yang dikemukakan ayahnya, perenang akan mendapatkan pujian banyak orang karena lebih gagah. Boepeng lebih memilih jiwa bermusiknya dan melawan ayahnya. Apa yang ia dapat? Murka seorang ayah!

***

Hari demi hari, saya merawat Boepeng, membesarkan hatinya dengan ucapan yang tidak melukai hatinya namun tetap mendorongnya untuk mau bangkit. Sepanjang hari ia mengeluh, tentang cinta juga bab ayahnya, saya mendengarkan baik baik mencoba mencari jalan ke luar.

Dan memang Boepeng berbakat di musik. Ia bernyanyi dengan suaranya jernih, melengking, dan pandai memainkan perasaan siapa saja yang mendengarnya. Saya jika Boepeng menyanyi akan terbawa emosi larut dalam campur aduk rasa diri saya.

Namun saya melupakan satu hal: kekompakan tim itik piaraan saya menjadi kritis. Seluruh itik melakukan hal hal di luar akal seperti mogok makan bekatul dan lebih memilih memakan tanah, menendang nendang telur mereka sendiri sampai pecah, dan rupa lain tindakan. Tim terseok seok hanya karena saya mengitik-emaskan Boepeng.

Produksi telur itik saya merosot. Pemasukan keluarga saya jadi tak jelas. Pun itik itik jadi stres secara bersamaan. Sempat saya menyalahkan satu itik yang saya pikir jadi provokator. Saya umpat habis habisan. Namun sesuatu terjadi: di pojok kandang, Boepeng tertawa cekikikan dan saya dengan mata kepala sendiri menemuinya.

Seketika saya tersadar jika tindakan saya tidak benar! Iba itu menjerumuskan. Saya korek informasi jika Boepeng bukan berasal dari keluarga tidak mampu. Ayahnya megah punya segalanya dan punya jabatan moncer sebagai Kepala Itik Nasional.

Saya mengaku salah jalan waktu itu dan memutuskan agar Boepeng berkelana menjauhi kandang agar ia lebih kuat juga menyadari kesalahannya.

***

Dan hari ini, saat kandang itik saya semarak, Boepeng merengek rengek meminta balik. Apakah ini pertanda Tuhan telah mengubah hati Boepeng lebih baik? Saya cermati dahulu ....

Tidak ada komentar