Header Ads

Bantaran Rel Kereta Api Bukan Milikmu (Menuju Batavia Megapolitan)

Berdansa di pinggir rel kereta api. Merasakan kegairahan hidup yang dirasakan para penghuni bantaran jalur kendaraan besi hitam. Menikmati setiap gerakan melompat di antara bantalan rel. Sembari sesekali menaikkan kaki ke rel yang mengilat itu. Kakiku merasakan batu-batu pecah yang menggunduk.

            Aku memandang sinis saja saat petugas penertiban memorakporandakan rumah buruk di sisi kana-kiri rel. Tangis menyayat penduduk lemah yang terusir tak aku pedulikan. Bangunan megah jalur kereta ini lebih memikatku. Investasi yang telah ditanamkan pengusaha asing menjadikan semangatku timbul. Tak ingin dikotori oleh derita sesaat para miskin yang rumahnya kini diratakan.

            Salutku kepada pembuat ketetapan. Sungguh tepat kau melakukan tindakan nyata ini. Menggusur rumah-rumah yang tak layak dan membahayakan. Menanaminya dengan pepohonan yang akan memberikan kenyamanan mata bagi penumpang. Pemudik, buruh, para eksekutif, dan pejabat tidak akan terganggu dengan pemandangan menyebalkan. Rumah-rumah kardus penuh dengan debu dan bau harus dimusnahkan. Tujuan baik, agar para penanam modal mengucurkan dana lebih deras.

            Stasiun sudah berada di depanku. Tinggal beberapa langkah penuh percaya diriku. Kutemui pemimpinnya dan kuulurkan jabat tangan kepadanya. Mengucapkan selamat bahwa pembangunan infrastruktur telah berjalan dengan baik. Mereka telah berhasil melaksanakan tugas dari atasan menuju Batavia Megapolitan.

            Tunggu, para miskin yang tergusur pergi ke mana? Di kolong jembatankah? Adakah para mandor pembangunan mal akan melaporkan mereka ke petugas pamong praja? Atau, gelandangan-gelandangan baru akan tidur di trotoar terdekat? Lalu, polisi apakah tidak gatal untuk menciduk mereka? Mampukah yayasan sosial menampung mereka dan menyediakan berpiring-piring nasi tiap hari?

            Pembangunan yang tidak mudah ....

Tidak ada komentar