Header Ads

Insiden Laundri

Sudah setahun ini aku memutuskan untuk melaundri. Tidak mencuci baju sendiri. Sejak istriku melahirkan anak pertama, ia ogah ogahan mengurus bajuku. Hanya mengurus bayi kami dan itu tak aku anggap beban yang merontokkan bulu mata, ketek, dan kakiku. Santai saja.

Kau tahu, ada ribuan laundri di Jogja. Dulu aku uji coba sana sini, mencari tempat cuci yang cocok dengan perasaanku. Jangan sampai baju favoritku kena lunturan baju milik orang lain, harumnya yang tahan sampai jidat berkerut kerut, atau alasan ini dan itu. Tetap yang paling utama: janji dua hari jadi, laundri itu menepati.

Aku tak begitu peduli dengan pesan teman kuliahku di Jurusan Teknik Kimia yang bilang:

'Bisnis laundri menyumbang limbah paling besar sekarang, Dan. Deterjennya itu membunuh biota di sekitarnya.' ia berkata dalam kacamatanya yang melorot.

Memang benar jika kupikir pikir. Tapi apa urusanku berkutat pada masalah itu toh ada Green Peace yang dengan pekik lantangnya akan berparade mencorongkan betapa dunia sudah tua dan terbelit pencemaran air, udara, tanah.

'Mau ke mana, Pa?' tanya istriku sambil anakku menyusu mengedot putingnya secara berangasan.
'Ambil cucian, Ma.' ucapku biasa saja.
'Masih di tempat Jeng Vina?'
Aku mengangguk namun istriku melotot.
'Pa, tolong kalau naruh cucian dihitung dulu berapa celana dalam papa yang masuk!' istriku berseru.
'Memang ada apa, Ma?' tanyaku.
'Kemarin mama hitung celana dalam papa hilang satu!'
'Ya kah?'
Muka istriku memerah seperti kepiting rebus yang yummy.
'Kalau dapat tambahan celana dalam mama malah suka. Bisa mama pakai. Kalau kurang ... HUH!' ia meninju udara dan mulutnya mencorong.

Lalu aku meluncur ke laundri dengan kalimat yang sudah kupersiapkan pada si empunya tempat cuci: 'Mbak, kalau celana dalam saya berkurang satu, celana dalam Mbak saya sita!'


______
Meribut di www.rumahdanie.blogspot.com
Sumber gambar: laundryonthego.com

Tidak ada komentar