Header Ads

Manusia manusia dalam Bumi Koyak

Bumi berputar. Manusia menangis. Meraba raba dada, menunggu kiamat datang. Berharap masih bisa hidup. Dan tak lekas menimpa sang ujung waktu. Berdoa sepanjang hari, biar kebal tubuh dari siksa. Segala kekurangan terhapuskan, dosa dosa terkubur sebelum jasad berjumpa dengan tanah.

 

Bumi bergoncang. Manusia menahan diri untuk tidak ikut. Bersandar di pohon, dengan kacak pinggang. Lalu memantik korek api, mengudud dengan sangat nyaman. Dan berlakulah ia sebagai tukang ramal. Menarik narik pribadi orang di sekitarnya. Dengan nyanyian magis. Bercerita panjang lebar, bak seorang guru yang suka menasihati murid dengan kalimat bijak. Tak tahunya, para anak didik sekadar berteduh. Manusia memang pandai, tapi suka ditipu.

 

Bumi terkoyak, air air tersentak dengan gelombang meninggi menyiur. Tupai tupai berenang di tengah olakan air. Berselancar dengan papan dari satu perahu yang hancur lebur. Manusia dan tupai sangatlah mirip. Hanya buntut yang membedakan. Karena manusia tidak suka berada di belakang, selalu ingin di depan. Segala penjuru dunia menatap, memberi puji puji yang meletuskan tengkorak. Padahal, yang di belakang belum tentu merugi. Dengannya, mendoronglah orang orang untuk maju. Lebih maju dan lebih berfungsi. Tupai hanya nama binatang yang berbau tengik. Lupakan saja.

 

Bumi dalam mulut para penunggang kuda. Tanpa suara, menyabet tubuh sang kuda agar melaju kencang. Mencapai garis finish dengan sebaran kertas mungil dari para petaruh. Yang berlipat keuntungan judi mereka. Di lintasan, trofi diberikan oleh panitia sabung kuda dengan senyum yang sangat merekah. Yang kalah bertaruh, tinggal membentur benturkan kepala ke tembok di rumah nanti. Jika ada anggapan, kehidupan adalah perjudian, hendaklah diperbaiki pemikiran itu. Karena, di mana mana judi tidaklah bagus masuk di kitab kitab, buku ajar anak sekolah, apalagi dipraktikkan dengan sangat sadar.

 

Bumi salah, bumi benar. Hanya Kutub Selatan, hanya Kutub Utara.

 

Tidak ada komentar