Header Ads

Life is too short to worry

Leher ayam, pisau mengilat, dan tangan kaku berotot milik Paman Jagal. Memutus hidup seketika, dan daging daging segera beralih ke perut para pemangsa bernama manusia. Dan teringat diriku oleh Paman Peternak. Yang merawat ayam ayam dari kecil hingga dewasa dan siap untuk dienyahkan dari kandangnya. Menuju, memuaskan hasrat kuliner Paman dan Tante berkantung tebal.

Si Jagal, Pemangsa Bengis, atau Ayam Bodoh, tidak saling mengerti. Jika mereka saling kenal, tak mungkin ada bunuh membunuh di antara mereka. Jelas tidak mungkin. Yang mereka tahu, hidup saling melengkapi. Meski ada satu yang dikorbankan. Entah siapa itu, sudah menjadi keyakinan bersama: ayam adalah subjek dan objek. Yang lain menjadi penikmat. Dan inilah hidup. Tidak ada keluh selanjutnya. Baik adanya.

Apakah ayam ayam berteriak tiap malam: 'Tuhan tidak adil pada kami!'
Mereka sangat berbesar hati menerima kekalahan. Hidup untuk dibesarkan lalu dibinasakan.

Rentang waktu beberapa bulan, tak patut untuk disesali. Tapi lebih pada 'Apakah kendali diri berada pada kita?'

Sungguh tidak bijaksana menganggap hidup adalah suatu kesalahan untuk dipilih. Karena para ayam memberi satu pelajaran: Tak perlulah berteriak teriak menyesali kematian akan segera datang.

Menikmati, tanpa harus menyesali apa yang sudah dilalui. Selanjutnya, apa yang musti akan dilakukan?

Tidak ada komentar