Header Ads

Bidadari Berambut Emas dan sang Kisanak

Mega mendung, lembah hitam. Mengalir arus berolak, membentur dinding dinding kaku. Merubuhkan, membuat diri untuk memungut. Sekadar serpih untuk ditempel kembali menjadi mozaik baru yang patut dikenali. Diberi nilai, atau dikubur dalam dalam. Tak berbekas selanjutnya.

Rambut berceceran di telaga. Antara dua bidadari saling berebut pengaruh. Apakah satu mempunya, selebihnya kembali ke Dewa melapor merajuk sembari sesenggukan. Dan satu yang berhasil bertemu dengan Kisanak Lugu, menjual rontokan rambut emas. Ia berharap makin banyak rambutnya berjuntaian. Dikumpulkan, hingga botak menyambangi. Inilah hidup yang sepertinya pilihan terbaik. Menurut si Bidadari Berambut Emas.

Kisanak penggembala kerbau. Menyikat punggungnya dan ternaknya dalam satu irama gosokan. Bersih keduanya, mengilat untuk dipamerkan ke seluruh warga. Bersuara keras, tanpa gaung, dan puaslah hati. Ia rajin tapi terkadang takabur. Dan satu persatu tak mengindahkan lagi. Di tepi sungai, berseruling emas, menghibur hati. Sampai senja hari, membiarkan kerbau kerbau mengurus diri mereka sendiri.

Kisanak Lugu dan Bidadari dalam satu waktu. Bertemu di bawah purnama, cahaya berkilau di permukaan air. Memantulkan paras nan elok dan ayu. Berbagi cerita, suka, dan derita. Di antara bunyi serangga yang menertawakan mereka. Bertepuk tangan, siapa yang sangka.

Ternak ternak diperintah kembali ke kandang. Kisanak dan Bidadari terus bersama. Tak ada yang mengganggu. Aman, aman, aman.




Tidak ada komentar