Header Ads

A Death of Samson: The New Chapter

Samson kehilangan kekuatan. Bukan karena rambutnya dicukur habis oleh musuhnya yang membikin muslihat. Tapi Samson jatuh sakit. Terkena hepatitis. Karena beli makanan di sembarang tempat. Yang tidak higienis. Padahal ia tahu, dari guru gurunya, jajan sembrono akan membuat tubuhnya tak kebal lagi dari virus dan bakteri. Samson tak mampu menahan diri untuk tidak menyantap makanan di pinggir jalan. Yang terkena debu, lalat lalat bebas menghinggapi, atau tangan tangan pelanggan yang tak dicuci silih berganti memegang makanan. Terlupa sudah diri Samson.

Terbaring di rumah sakit, Samson hanya boleh makan bubur yang berasa hambar. Ditemani oleh sang Bunda, yang sibuk mengipasi badan anandanya yang terus mengeluarkan keringat dingin.

'Le, ini akibat kalau teledor.' ucap Emak.
'Iya Mak. Aku lali, lupa.' jawab Samson.
'Besok besok, jangan lupa bawa rantang. Sudah kupersiapkan tiap pagi. Tinggal bawa, la kok kamu lupa to Le Le.' Emak berpesan.
'Njih Mak. Ya Mak.'

Kamar ekonomi. Dengan harga murah, sangat mampu dijangkau khalayak. Orang miskin tak harus menjual tanah untuk membayar biaya mondok. Samson berada di ruang itu. Tak ada AC, hanya kipas angin berumur tua. Jika pasien bergerak, ranjang dipastikan berkeriat keriut. Hanya memang pelayanan di rumah sakit ini sungguh cepat. Ada keluhan sedikit, lekas ditanggapi. Keluarga pasien tak harus memendam rasa tak puas saat pulang ke rumah. Pelayanan yang sangat sempurna. Di tengah kekurangan rumah sakit itu.
 
'Mak aku pengin mandi.'
'Jangan mandi dulu Le. Dokter ndak mbolehin kamu mandi.' sergah Emak.
'Kenapa Mak?'
'Aku ya ndak tahu Le.' jawab Emak.
Muka Samson berubah. 'Rambutku sudah dua hari gak dicuci Mak.'
'Alah perkara rambut kau urusin. Besok saja.'
'Mak, aku tersiksa Mak.'
'Cukur gundul saja besok Le. Kaya si Ujang anak Bi Ijah.'
'Manjanginnya susah Mak. Lima tahun Mak. Enak aja mau digundul.' protes Samson.
'La maumu gimana?'
'Mandi, sampoan.' Sifat kekanak kanakan Samson seketika muncul.
'Ini sudah malam Le.'
'Gak papa Mak. Aku gerah.'
'Mak lapor dulu sama Pak Dokter.'

***

Emak ke luar dari ruangan. Tampak seorang ibu menatih anak perempuannya yang menggamit tongkat bantu jalan. Si Ibu memastikan posisi infus lebih atas dari tusuk jarum di tangan kanan sang anak. Emak ingin bertanya, ia mengurungkan diri. Terus berjalan mencari suster.

Tak ada satu suster pun. Yang ada perawat lelaki. Ia tengah sibuk menulis. Membuat laporan. Emak mendekat.
'Mas, ruang pak dokter di mana? tanya Emak.
'Dokter baru datang besok pagi Bu.' jawan si perawat sembari terus menulis.
'Jam berapa datangnya Mas?'
'Kurang tahu Bu. Jam sembilang mungkin.' Semakin acuh si Perawat.
'Penting Mas ini.'
'Besok saja Bu,' jawab sekenanya si Perawat. 'Eh memang ada apa Bu?'
Sepertinya perawat lelaki itu sadar jika melayani pasien dan keluarganya adalah kewajiban. Ia tak ingin reputasi rumah sakit, kepercayaan masyarakat lenyap oleh kelalaiannya.
'Anakku minta mandi. Boleh ndak?'
'Wah sudah malam Bu. Jangan.' cegah si Perawat. 'Tapi, kenapa harus izin sama Pak Dokter Bu?'
'Pesan pak Dokter kemarin begitu.'
'Kok aneh.' Mas Perawat bingung. 'Memang dokter yang memeriksa anak ibu bernama siapa?'
'Aduh Mas. Ndak merhatiin. Orangnya pakai baju putih.'
'Oh begitu Bu.'
'Coba saya cek Bu.'

Emak dan Bunda terus bercakap. Tak jelas nanti ujungnya seperti apa.

***

Samson lama menunggu. Ia tak sabar. Meloncat dari ranjang. Penyangga infus berantakan ke lantai. Memungut infus, Samson menuju kamar mandi. Untuk mandi dan bersampo. Menyelamatkan rambutnya dari ancaman kerontokan dan ketombe.




































 

Tidak ada komentar