Header Ads

A Big White Whale and I

Mengendarai paus putih. Tepat di lubang kepalanya. Saat ia menyemprotkan air, kita seakan tidur dibuai pancurannya. Menikamtinya, naik dan turun. Seperti siklus hidup, yang kadang gagal pun menang. Dan terkadang, bergeserlah tubuh kita untuk menutup lubang si paus putih dengan telunjuk jari kita. Oh, tidaklah tepat. Harus menggunakan telapak tangan. Membuat si paus terganggu sedikit. Mempermainkannya supaya marah. Dan berlakulah paus onar, tak bersahabat lagi kepada manusia.

Paus putih, dua, terdampar di pantai. Dikerubuti banyak manusia. Yang tampak dari kejauhan olehku berhasrat ingin memangsa dagingnya. Padahal dua paus putih masih menggerakkan kelopak mata mereka. Tak peduli, dasar manusia. Tombak, pisau dan gergaji sudah di tangan. Menunggu kematian bak para burung pemangsa bangkai. Paus putih yang kutunggangi untung tak berada di sana. Ketakutanku agak tersingkirkan, dan kukendalikan laju paus putihku, berbelok menuju kembali ke samudera.

Waktu membantai. Memasukkan potong potong daging hiu putih yang terdampar. Kutepuk punggung hiu putihku. Mengatakan jika kita masih beruntung tak terlalu dekat dengan manusia darat. Manusia manusia yang gemar membunuh. Tanpa mengenal alasan di balik kematian dua hiu. Dua kali hiu putihku menyembur. Membawaku tinggi ke atas. Seakan ia menyetujui pendapatku. Untuk terus mengarungi samudera yang tak berujung.


Tidak ada komentar