Karnaval, Solekan Para Gubernur, dan Otonomi Daerah yang Manipulatif
Karnaval, mempertontonkan aneka seni. Ada manusia bertopeng, kendaraan berhias bunga, parade para cebol ber make up ganjil, atau di sana pasukan militer tengah berjalan memberi tunjuk keahlian bermain senapan. Di sini, di Jalan Kemerdekaan, tempat muda tua berbaur menikmati sore yang sejuk.
Sampai malam nanti. Masih banyak yang akan ditampilkan. Ini baru permulaan. Belum nanti di tengah karnaval, panitia menyebut ada kejutan yang akan membuat jantung serasa ingin meletus. Apa itu, saya tidak mampu untuk menebak. Karena sangat bernalar, saya hanya ingin menikmati sebagai penonton, tidak menjadi cenayang di senja hari. Menunggu tanpa berdebar debar, biasa saja.
Gubernur berada di atas kereta hias. Gajah yang dibentuk oleh perupa, dan sang pemimpin menunggang di atasnya. Ia melambai lambaikan tangan, tanda dekat dengan rakyatnya. Senyum mengembang, berbaju amat gemerlap didampingi istri tersayang yang sangat jelas mempersiapkan diri lama. Biar para warga terpesona, menerima tampilan sepasang pemimpin mereka, melupakan resah yang terus menghantui. Harga beras naik, elpiji tak ada di pasar, minyak goreng langka, atau banyak anak muda berpotensi tak mampu melanjutkan studi mereka. Karnaval mulai hambar. Karena kehadiran sang Gubernur.
Jalan panjang karnaval. Berjarak 100 kilometer. Di mulai dari alun alun, yang berujung entah ke mana. Karena panjang jalan provinsi tak lebih dari itu. Hanya 99,9 kilometer. Dan pasti akan bersinggungan dengan provinsi terdekat, yang akan serta merta mengamuk dengan alasan Otonomi Daerah. Tak bolehlah putera daerah lain merayah harta benda milik pribumi. Ya, pribumi dan tidak sekarang bergeser makna jauh.
Biar Gubernur mengumbar kesenangannya di hampir 100 kilometer. Yakin jika dirinya kering mulutnya karena banyak senyum. Senyum kecut yang saya haturkan.
Karnaval telah menjemukan. Saatnya kembali ke peraduan.
Meribut di www.andhysmarty.multiply.com
Sampai malam nanti. Masih banyak yang akan ditampilkan. Ini baru permulaan. Belum nanti di tengah karnaval, panitia menyebut ada kejutan yang akan membuat jantung serasa ingin meletus. Apa itu, saya tidak mampu untuk menebak. Karena sangat bernalar, saya hanya ingin menikmati sebagai penonton, tidak menjadi cenayang di senja hari. Menunggu tanpa berdebar debar, biasa saja.
Gubernur berada di atas kereta hias. Gajah yang dibentuk oleh perupa, dan sang pemimpin menunggang di atasnya. Ia melambai lambaikan tangan, tanda dekat dengan rakyatnya. Senyum mengembang, berbaju amat gemerlap didampingi istri tersayang yang sangat jelas mempersiapkan diri lama. Biar para warga terpesona, menerima tampilan sepasang pemimpin mereka, melupakan resah yang terus menghantui. Harga beras naik, elpiji tak ada di pasar, minyak goreng langka, atau banyak anak muda berpotensi tak mampu melanjutkan studi mereka. Karnaval mulai hambar. Karena kehadiran sang Gubernur.
Jalan panjang karnaval. Berjarak 100 kilometer. Di mulai dari alun alun, yang berujung entah ke mana. Karena panjang jalan provinsi tak lebih dari itu. Hanya 99,9 kilometer. Dan pasti akan bersinggungan dengan provinsi terdekat, yang akan serta merta mengamuk dengan alasan Otonomi Daerah. Tak bolehlah putera daerah lain merayah harta benda milik pribumi. Ya, pribumi dan tidak sekarang bergeser makna jauh.
Biar Gubernur mengumbar kesenangannya di hampir 100 kilometer. Yakin jika dirinya kering mulutnya karena banyak senyum. Senyum kecut yang saya haturkan.
Karnaval telah menjemukan. Saatnya kembali ke peraduan.
Meribut di www.andhysmarty.multiply.com
Post a Comment