One Night Stand a la IMF
One night stand. Hanya semalam. Singkat memang. Mengasyikkan dan terngiang terus di hati. Siapa yang tak ingin. Godaan itu terus merajalela dan selalu bergema di saat gong ditalu maupun tidak. Benang-benang merah terulur satu persatu hingga habis. Menyisakan keindahan bunga di lubuk linggau, di pasar malam. Di perempatan jalan yang penuh dengan mobil bergengsi. Aneka pesona berhasil ditunjukkan dari pengalaman yang sangat mengharu biru dan penuh kepuasan.
Direktur pelaksana dana moneter IMF, apa kabarmu? Mengapa kau berlaku seperti kami. Mengapa kau meniru kami. Kami bukan cermin bagimu. Otakmu berberat lebih dari kami. Jika warga dunia miskin disuruh menyerahkan otak mereka secara sukarela, tak akan mungkin sama dengan kapasitasmu. Alasan apa yang hendak kau beritakan. Memang, konsekuensi untuk gantung profesi memang wajar. Sangat masuk akal dan bisa diterima. Tapi apa yang kau berikan kepada negeri kami yang menghamba institusimu. IMF. Tapi kenapa kau menunjukkan hal tak senonoh itu. Kami berhak protes, kelakuan kami jangan kau adopsi, Tuan Puteri. Biarkan hanya kami yang berhak merasakan. One night stand.
Maaf, saya menyesal. Saya sudah menulis di blog pribadi saya. Itu yang terjujur. Saya rela meletakkan jabatan dan hal yang berkaitan dengan IMF. Maafkan saya.
Badan bungkuk, menyerahkan kekuasaan, menarik diri dari lingkungan. Memakai lulur mandi agar badan bersih tak terkira.
Telpon berdering, berbunyi nyaring dan ada tanda RINDUNESIA 1. Mengirimkan sinyal yang mengirim berbagai pesan. Entah, masih perlu diselidiki apakah pesan cinta, bunga romantika, atau umpatan konyol yang terlanjur basah. Menjuntai dan tak tegak. Bagai alat perang dewasa yang tak tegak.
Hai, hai, hai. Apakah ada diskon utang jika IMF mengalami gejolak jiwa?
Berharap, berharap sesuatu yang konyol. Semoga bisa terlaksana.
IMF, kau menderita tanpa upeti dari kami. Negeri hitam yang rela mengucurkan aroma perdamaian. Menebas leher masing-masing dengan pisau berkarat. Lama dan tak putus-putus. Semoga, lagi, Tuhan mengampuni.
Tak ada niat untuk lepas dari IMF, Bung? Masih sibuk melayani tandatangan para penggemar? Sampai tangan kebas, menolak di saat terakhir. Dan tetap mengembangkan senyum ditambah dengan rambut yang rapi, tanpa sehelaipun berhak untuk mecotot.
Bagaimana mungkin, cadangan devisa kita akan bertaburan. Jatuh ke tanah, dimakan oleh budak nafsu bernama para anggota separatis. Negeri kita menjadi negeri yang tinggal nama. Masihkah kau mau?
Resesi dunia. Membuat plin plan para pejabat ekonomi. Selebihnya, rakyat jelata mengais-ngais cacing di tanah tak gembur. Menerima dengan gembira, menyesuaikan tubuh dengan GLOBALISASI.
Direktur pelaksana dana moneter IMF, apa kabarmu? Mengapa kau berlaku seperti kami. Mengapa kau meniru kami. Kami bukan cermin bagimu. Otakmu berberat lebih dari kami. Jika warga dunia miskin disuruh menyerahkan otak mereka secara sukarela, tak akan mungkin sama dengan kapasitasmu. Alasan apa yang hendak kau beritakan. Memang, konsekuensi untuk gantung profesi memang wajar. Sangat masuk akal dan bisa diterima. Tapi apa yang kau berikan kepada negeri kami yang menghamba institusimu. IMF. Tapi kenapa kau menunjukkan hal tak senonoh itu. Kami berhak protes, kelakuan kami jangan kau adopsi, Tuan Puteri. Biarkan hanya kami yang berhak merasakan. One night stand.
Maaf, saya menyesal. Saya sudah menulis di blog pribadi saya. Itu yang terjujur. Saya rela meletakkan jabatan dan hal yang berkaitan dengan IMF. Maafkan saya.
Badan bungkuk, menyerahkan kekuasaan, menarik diri dari lingkungan. Memakai lulur mandi agar badan bersih tak terkira.
Telpon berdering, berbunyi nyaring dan ada tanda RINDUNESIA 1. Mengirimkan sinyal yang mengirim berbagai pesan. Entah, masih perlu diselidiki apakah pesan cinta, bunga romantika, atau umpatan konyol yang terlanjur basah. Menjuntai dan tak tegak. Bagai alat perang dewasa yang tak tegak.
Hai, hai, hai. Apakah ada diskon utang jika IMF mengalami gejolak jiwa?
Berharap, berharap sesuatu yang konyol. Semoga bisa terlaksana.
IMF, kau menderita tanpa upeti dari kami. Negeri hitam yang rela mengucurkan aroma perdamaian. Menebas leher masing-masing dengan pisau berkarat. Lama dan tak putus-putus. Semoga, lagi, Tuhan mengampuni.
Tak ada niat untuk lepas dari IMF, Bung? Masih sibuk melayani tandatangan para penggemar? Sampai tangan kebas, menolak di saat terakhir. Dan tetap mengembangkan senyum ditambah dengan rambut yang rapi, tanpa sehelaipun berhak untuk mecotot.
Bagaimana mungkin, cadangan devisa kita akan bertaburan. Jatuh ke tanah, dimakan oleh budak nafsu bernama para anggota separatis. Negeri kita menjadi negeri yang tinggal nama. Masihkah kau mau?
Resesi dunia. Membuat plin plan para pejabat ekonomi. Selebihnya, rakyat jelata mengais-ngais cacing di tanah tak gembur. Menerima dengan gembira, menyesuaikan tubuh dengan GLOBALISASI.
Post a Comment