Tidak Kerasan (Seri Pelancong Gendong)
Teh hangat menantiku. Di atas meja kamar berdebuku. Sawang-sawang, laba-laba, masih ada. Untukku.
Musik akan kembali kudengar. Tak alami memang. Bukan alam. Tapi hampir mirip. Mengisi malam-malamku. Yang sunyi.
Batuk, napas tersengal. Di malam jauh. Hanya air putih kuteguk. Berharap dahak jatuh ke perutku. Kulanjutkan berbaring dan menutup mata.
Detak jam dinding terasa sekali. Mengganggu lanjutan mimpiku. Angin jarang-jarang. Aku jengkel. Kutepuk dua telapak tanganku. Walau tak ada nyamuk. Besok menyebalkan.
Guncang, guncang, bumi bergerak. Jatuh ke tempat hitam. Tanpa. Kerumunan dan pergunjinagn lenyap. Damai tapi masih bias. Apa?
Sinar menggerakkan kelopak mataku
Waktu menantang hidup
Cerah atau binasa
Usahaku saja
Musik akan kembali kudengar. Tak alami memang. Bukan alam. Tapi hampir mirip. Mengisi malam-malamku. Yang sunyi.
Batuk, napas tersengal. Di malam jauh. Hanya air putih kuteguk. Berharap dahak jatuh ke perutku. Kulanjutkan berbaring dan menutup mata.
Detak jam dinding terasa sekali. Mengganggu lanjutan mimpiku. Angin jarang-jarang. Aku jengkel. Kutepuk dua telapak tanganku. Walau tak ada nyamuk. Besok menyebalkan.
Guncang, guncang, bumi bergerak. Jatuh ke tempat hitam. Tanpa. Kerumunan dan pergunjinagn lenyap. Damai tapi masih bias. Apa?
Sinar menggerakkan kelopak mataku
Waktu menantang hidup
Cerah atau binasa
Usahaku saja
Post a Comment