Header Ads

Ditakdirkan sebagai pelancong gendong

    Melancong. Aku yakin hidupku ditakdirkan untuk menjelajah alam. Berawal dari impian-impian yang kutaburkan ke langit. Ah, betapa indahnya dunia ini. Aku ingin mencicipinya, perlahan namun pasti. Ingin kuresapi berbagai keindahan yang dihamparkan oleh sang Pencipta. Sampai napas di ujung hidung, aku senantiasa ingin menikmati keelokan. Nusantara dan dunia.  
    Sabar, pasti ada saatnya. Tuhan mengikuti prasangka yang diucapkan oleh insan, begitu kata teman bijak. Tak sekarang, mungkin di masa mendatang. Waktu untuk menunggu bukanlah hal yang menjemukan, justru menyenangkan. Aku akan merasakan detik demi detik dengan saksama. Tak ada keraguan, jika Tuhan menciptakan waktu secara lengkap. Hanya manusia jahil yang mengurangi takaran, hingga dijual tak laku. Karma berlaku pada siapa saja. Tak peduli dia tampan atau buruk. Pasti ada perhitungan cepat atau lambat. Dan aku bermimpi menerima takdirku sebagai pelancong, penikmat keindahan alam. Untuk kutuliskan di novel perdanaku.  
    Padang, Bali, Senggigi, Bunaken, dan seluruh keindahan Nusantara akan kujajah. Kakiku melangkah penuh kepercayaan diri, imajinasiku berkembang meluncur di pantai harapan, juga teluk dan tanjung. Mataku mengamati, melihat dengan takjub, meresapkannya ke hati melalui pembuluh darah. Oh, rasanya aku terbang ke atas awan. Melihat dari sudut pandang atas. Tampak seluruhnya. Laut, batu karang, debur ombak, burung-burung di sampingku yang tersenyum, awan yang menggumpal dengan anggunnya, matahari yang rewel karena berkacamata, juga paman nelayan yang sibuk mencari ikan. Sumber pendapatan, kehidupan yang sederhana kulihat dari sini, di atas panorama menakjubkan dan melembutkan sanubari.  
    Aku turun. Kembali ke realita. Belum saatnya melancong. Butuh beberapa bulan merencanakan. Matang, keuangan dan tekad. Siap!

Tidak ada komentar