Header Ads

Reog Bukan Milik Kita! (Menyoal Program Visit Rindunesia Year)

Jika bangsa kita ingin mendunia, mengapa kita tidak rela menyerahkan reog kepada negeri lain? Apakah kita tidak ingin menyalurkan budi pekerti terbaik kita itu kepada negeri tetangga kita? Bukankah ini sebuah promosi yang baik dan bisa membantu Departemen Pariwisata untuk menyukseskan Tahun Wisata Rindunesia?

            Tak usah resah jika budaya diintai orang lain. Lalu mengapa kita berkeinginan untuk mendatangkan turis asing ke Nusantara? Apakah para pelancong yang ingin menyerap rasa dari tubuh kita tak berhak untuk memilikinya? Sangat membingungkan cara berpikir kita; di satu sisi menginginkan jutaan dollar mengalir ke pundi kita, sisi gelapnya tetap saja menutup rapat kebesarah hati kita untuk berbagi.

            Sesungguhnya macam bangsa apa kita? Selalu berputar-putar dan seakan tak pernah tuntas dalam melakukan pekerjaan. Selalu setengah-setengah. Apakah ini akibat rasa permusuhan yang kita pelihara sejak zaman batu? Dendam selalu menguasai diri kita?

            Reog hanya satu dari sekian juta kekayaan kita. Tak usah ragu budaya kita dimiliki orang lain. Kita masih bisa berkarya dan menghasilkan budaya yang lebih unggul. Jangan terlalu berharap dengan pidato-pidato menjemukan Menteri Pariwisata. Kita tak pernah membutuhkannya. Yang pasti kita harus bergerak sendiri mencari budaya baru yang akan membelalakkan para pejabat nasional, daerah, kelurahan, anak buyut. Budaya lama tinggal serahkan saja kepada para penguasa itu. Apakah mereka akan menempatkannya di museum tak terurus tidak menjadi masalah.

            Budaya, bukan hanya dijaga, tapi dihasilkan.

            Bangsa yang besar adalah bangsa pencipta. Dan tentu, penguasa harus kita jadikan sebagai pembantu yang merawat budaya itu di tempat bernama MUSEUM.

Tidak ada komentar