Header Ads

Pengebirian Seni Berkedok Nasionalisme: Lelucon Para Dewa

Rasa nasionalisme itu diwujudkan dengan penghormatan bendera pusaka ala militer. Tegak, angkuh, tanpa gerak, namun hati bergentayangan. Bukan melalui rasa, seni tinggal air seni, terunggul adalah seberapa besar anak bangsa membuktikan keaslian video mesum.

Dewa dewa saling mencibir. Yang satu Dewa Komputer pemegang lisensi nomor wahid otak telematika. Merasa tertampar muka dan kemaluannya karena harga dirinya sebagai bangsa tercoreng. Oh, Dewa kampung berdarah biru. Berhasil menjajah negeri, kini kau takabur dan menganggap anak lain sebagai pengkhianat. Takaran apa yang kau ajukan? Ember merah tempat menampung air limbah?

Aku bukan pemihak dewa lain. Biarpun nama kami sama, tak sudi aku mengikuti jalan pentolannya yang arogan. Berakting, menahan orgasme istrinya agar cepat diceraikan. Seorang lelaki murahan pengumbar nafsu keluarganya sendiri. Aku sadar ia milik pubkik. Sungguh didikan yang kadang memusingkan bagi orang awan. Tapi aku tidak. Karena aku tahu kau ingin mempertunjukkan kebobrokan bangsa, mulai dari keluargamu.

Hai Dewa Telematika, langkahmu sudah seperti orang kampung. Nasionalisme buta.

Aku menunggu lelucon yang kalian buat, wahai para Dewa.

Pengebirian seni berkedok nasionalisme

4 komentar:


  1. Video mesummu pernah dibuktikan keasliannya oleh Dewa Telematika ya? Kok sepertinya dendam bener.

    BalasHapus
  2. Engga dendam. Sebenarnya aku mau berguru ama dia. Sayang, ilmu berharganya dipunyai sendiri. Di protect abis.

    BalasHapus

  3. Iya ya Ndhy, untung kau tak seperti dia. Kalau semua orang pintar pelit ilmu seperti dia, lantas harus kemana orang bodoh sepertiku berguru? Untung kau orang pintar yang royal berbagi ilmu. Oya Ndhy, ini upetiku minggu ini, terimalah.

    BalasHapus
  4. Aku terima. Buat traktir satu desa. Pinter? Amin. Kamu pinter juga. Lucu lagi. Sayang, gigimu tonggos.

    BalasHapus