Header Ads

Memusuhi Matahari, Merindukan Matahari

Aku membayangkan berada di tengah mentari. Kurasakan secara langsung panasnya yang menggairahkan penduduk bumi. Menemani sang mentari yang sendirian, hanya bisa memancarkan kasihnya tanpa pernah mau diberi. Aku ingin menjadi temannya, menjadi pengatur waktu yang baik baginya untuk membagi cahaya. Agar teman-temanku di bumi tidak saling bertengkar, memperebutkan mentari. Dan perdamaian terwujud.

            Mimpi ini kulayangkan ke mentari karena aku hanya bisa melihatnya setengah hari. Tidak sepanjang hari. Malam membuatku sedih karena dentuman bom di tempat sana sungguh menyesakkanku. Desing peluru juga kerap menyentuh alat pendengaranku. Selisih beberapa senti saja, nyawaku bisa melayang olehnya.

            Mentari, aku ingin berteman denganmu di saat kawan-kawanku musnah dikubur paksa oleh pasukan penjajah. Pernah kuliat dengan mata kepalaku sendiri, sahabatku digilas tank tempur. Sungguh biadab benar tentara-tentara itu. Mereka layaknya pelacur yang kegirangan menerima uang setelah puas membantai pelanggannya.

            Aku hanya ingin tahu, apakah di matahari ada perang. Suhu di sana apakah sama dengan bumi ini. Api di sini apakah berasal dari sana, atau berasal dari hati kami? Terus terang aku merindukan sahabat layaknya mentari yang selalu adil, walaupun hanya memberiku setengah hari. Bukan satu hari penuh.

           

Tidak ada komentar