Header Ads

Membuka Buku Hati, Menepiskan Lusuh

Buku hati kubuka kembali, kukoreksi apakah hidupku sudah berarti di sisa usiaku. Apakah aku sudah melihat dunia ini dengan adil, menikmati setiap langkah yang kusisir dan menerima pelajaran darinya.

            Aku melihat cacat tulisan di sana-sini, ejaan yang kacau dan kadang tak konsisten, logika yang meloncat, ataupun penokohan yang kurang kuat. Kupelajari kesalahan-kesalahan ini dan kuperbaiki langsung tanpa menunggu esok hari.

            Pelajaran hidup tidak hanya berasal dari rasa pedih, keindahan tidak pula memberikan pelajaran menarik, semua itu bercampur dan membentuk karakterku. Aku belajar jika kesalahan sepele juga berhak menjadi hal yang memperindah hatiku. Latihan menulisku masih cacat dan aku berjuang untuk memperbaikinya. Saat ini juga, tidak esok hari.

            Senyumku yang semula redup, aku kembangkan. Kutata lengkungannya agar menghasilkan senyum termanis. Aku memandang hidup dengan lebih optimis dan percaya diri. Semua bisa dipelajari sepanjang aku mau berusaha dan bekerja keras. Bakat menulis adalah sepersepuluh, selebihnya adalah kemauanku. Tak boleh kendur, tetap fokus, tak peduli apa kata orang, yang paling penting terus bergerak.

            Puja-puji adalah sedikit efek yang ingin diraih. Hal yang patut dicari adalah pelajaran meraih kedewasaan, kebersahajaan, kesabaran, dari proses menulis ini. Menghasilkan karya yang abadi dan menjadi kebanggaan kedua orangtua. Mereka pasti tersenyum cerah melihat anaknya menjadi orang besar. Semoga.

            Kututup buku hatiku, kulanjutkan hidup. Tahun depan akan kubuka kembali, kucari tahu apakah di dalamnya ada coretan atau bersih sama sekali. Buku hatiku yang terpercaya.

Tidak ada komentar