Header Ads

Backpackers, Mencoba Mengelilingi Bandung (1)

    Ada yang mengganjal di hatiku ketika temanku mengatakan "main di Mal lebih gaul dan seru". Apaan yang seru? Ga ada sama sekali, Sis! Malahan aku sekarang menikmati berbagai perjalananku ke pasar. Entah ada angin puting beliung, angin bahorok, atau angin bau lainnya. Yang pasti, kalau ada kelompok yang menjadi penggemar pasar tradisional, aku akan mendaftar sebagai anggota khusus. Beneran!
  
28 Juli 2007
    Aku rasa pengelilinganku (kok jadi muter kepalaku saat nulis kata ini) di pasar raya Ujung Berung, kunyatakan Khatam. Selama tiga bulan, aku berkelana tanpa gitar ajaib khas Rhoma Berirama, menyisir pasar dan rambutku, dan aku mulai bosan. Sekali lagi, bosan lihat pedagang yang itu-itu terus. Yang paling menyebalkan, kenapa aku selalu membeli beras pada kios pasar paling pojok. Dan, itu seringkali terjadi ... Kadang aku merasa, apa aku kena jampi-jampi pedagang itu. Eh, benar lho!
    Tapi, kemungkinan besar bukan hal gaib itu yang membuat orang dengan mudah selalu menemui kiosnya, tapi letaknya yang memang strategis. Dan juga, orang mana yang mau memelet orang sekeren diriku, tak ada perkecualian ...
    Sabtu pagi, aku bangun dengan riang dan gembira. Senyum sedikit, mata menyipit, dan badan kukeprekkan seperti bawang yang mau digoreng. Kreeek ... Enak sekali! "Mentari, bolehkah aku mengiringi harimu?" tanyaku lugu.
    "Oh, tentu boleh. Mari kuhangatkan badanmu," jawab riang sang mentari sambil membangunkan sang bayu.
    "Tari, aku mau ke kota, nih. Mau ketemu si Kabayan," aku memberikan informasi dengan penuh percaya diri.
   "Mau ke mana, Dhan?" tanya si Tari.
   "Ke pasar baru. Ikut tidak?"
   "Siapa takut!" mentari menyanggupi ajakanku dengan antusias.

   Mandi sebentar cuma lima menit saja. Tak sempat kurapikan rambutku. Baju pun sekenanya. Harapanku, agar para copet tidak mengarahkan sasarannya kepadaku. Muka kukucel-kucel juga agar sempurna penyamaranku seperti gembel yang akan naik kelas.
   Makan pagi dulu ...
   Setelah itu, aku menunggu bus Damri jurusan alun-alun. Wah, pengalaman naik bus Damri euy ... Agak lama memang menantinya, sekitar lima belas menit. Maklum, aku memilih dengan mata tajam. Bus Damri yang gores sedikit, aku biarkan berlalu.
   Bus korengan kok dipelihara! Gerutuku.
   Bus yang aku omeli tadi sontak memelototkan matanya dan menjulurkan lidahnya tanda tak senang. "Emang kamu ga korengan? Coba buka punggungmu, pasti penuh hiasan punggung!" Jawab bus itu.
   Weeekkk! Aku teriak sambil meledeknya.
   
    Bus kedua lain lagi. Mukanya bersih, sepertinya bus baru. Mungkin, bus impor dari Jepong atau Khorea. Penampilan luarnya, sih, Oke sekali. Tapi, yang tidak nyaman dilihat adalah gas emisi buangan yang banyak, kotor pula. Persis kayak para pecandu rokok yang mengagungkan arti lintingan tembakau itu.
    "Hahaha, apalagi kamu bus 2. Udah pipimu kempot karena suka mengisap rokok, impor lagi!" aku teriak sambil tertawa.
    "Lah, aku di sini kan juga atas kehendak bangsamu. Tahu informasi ga, sih, kamu?" jawab bus 2 sinis.
    Aku terdiam seperti isi lagu Maliq and the Essentials:
    Dan aku duduk terdiam, menunggu bus Damri yang keren abis ....

   
Akhirnya, aku dapat bus Damri ber-AC. Tarifnya 2500 rupiah per kepala. Sayangnya, penuh dan aku harus berdiri bergelantungan seperti boneka nan lucu berbuntut panjang.
    Beruntung sekali, aku telah menyiapkan air mineral satu botol ukuran 600 mL, dua potong kue, dan makanan ringan Tarok. Jadi, aku tak begitu menderita dengan perjalanan itu. Kubuka bungkus Tarok dan kumakan sambil berdendang lagu Kucing Garong, yang tak tahu persih apa isi lagunya.
   Sekitar satu jam, aku meniti jalanan Bandung yang sangat ramai. Biasa, akhir minggu penuh dengan mobil berplat B yang keranjingan mau membelanjakan uangnya di kota ini. Entah mau cari makanan murah, melepaskan penat dengan murah pula, atau yang berembel-embel murah. Ternyata, Bandung menarik juga!
   Banyak barang yang ditawarkan di sepanjang jalan: Ada jalan yang mengkhususkan menjual sepatu, ada yang spesial menjual sepeda, ada yang menjual bunga, wuihhh ... keren.
  
   Lantas aku alun-alun telah berada di hadapanku ... Ada apakah gerangan?
 


   




















Tidak ada komentar