Thukul Arwana “Empat Mata” (hanya) Bertahan Sebulan?
Suatu perkembangan menarik di dunia pertelevisian tanah air perlu kita simak berkaitan dengan melonjaknya popularitas Thukul Arwana secara tiba-tiba. Sebagian orang bertanya, “Hahh, apa benar Thukul berwajah jelek itu menjadi presenter termahal saat ini?”, sebagian lain hanya menanggapi dengan wajah hambar dan kecut, seperti jeruk
Fenomena dialog segar dan menggemaskan yang disajikan stasiun televisi Trans 7 –dulu bernama TV 7- bertajuk “Empat Mata”, menarik perhatian pemirsa dan mendapat rating yang cukup baik. Kejadian ini memiliki kemiripan dengan acara terdahulu yakni Repubik BBM yang digawangi oleh Taufik Savalas -berperan sebagai imitasi RI 1- dan sang wakil Kelik Pelipur Lara. Riuh rendah sambutan diberikan kepada pencipta acara tersebut, ditandai dengan banyaknya guyonan segar disertai sentilan politik yang membahana di seluruh studio. Acara yang ditayangkan pada pukul 22.00 WIB tak pernah terlewatkan oleh orang-orang yang seharian telah kecut melihat jalinan huruf dan angka di depan computer. Tertawa, berfikir -namun kadang menelan habis ide-ide yang dikemukakan tanpa mau belajar mengungkapkan fikirannya- menjadi pelajaran khas politik ringan bagi semua lapisan masyarakat. Sebuah proses mengagumkan bagi perkembangan demokrasi.
Akan tetapi acara yang selalu dinantikan mendadak pudar pesonanya dan hilang di tengah sengitnya persaingan menarik simpati pemirsa. Sebuah alasan yang menjadikan biang keladi turunnya pamor Repubilk BBM adalah kecenderungan tema yang diusung dari saat ke saat terkesan kaku. Hal ini mengakibatkan acara menjadi tegang karena bayang-bayang pencapaian rating –pesanan manajer TV, agar iklan produk mengantri- yang terus menanjak jangan pernah turun sedikitpun.
Alasan kedua adalah monotonnya segmen pemirsa di studio yang hanya diikuti oleh mahasiswa lengkap dengan jubah kebesaran almamater mereka. Seakan yang berhak berpendidikan politik hanyalah mahasiswa, padahal idealnya pembelajaran politik harus merata di semua lapisan masyarakat.
Kedua alasan di atas terbantahkan sampai dengan munculnya acara Empat Mata menggantikan keadaan di atas dengan Thukul Arwana sebagai pembawa acara. “Fenomena baru mencapai puncaknya”, ujar segelintir orang.
Penayangan yang sama dengan Repubilk BBM –pukul 22.00 WIB- menjadi bahan perbandingan dan patut ditelusuri. Memang segmentasi acara tersebut sungguh berbeda, kali ini Thukul lebih mencairkan suasana acara dengan humor di atas rata-rata. Karakter yang ditampilkan berupa narsis, PD yang berlebihan dan sombong akan kekurangannya, menjadi keunggulan dalam pengembangan acara.
Sebenarnya acara ini tidak lebih cerdas dari pendahulunya dan pembawa acaranya dari episode ke episode tak berkembang dengan baik. Terkesan acara ini hanyalah sebuah humor pengumbar uap dan jargon “kembali ke laptop” hanyalah penutup celah kekurang mampuan dalam mengasuh acara. Bisa dibandingkan apabila acara tersebut ditampilkan secara langsung dengan segmentasi yang lebih luas, dijamin acara tidak berkembang dan kedodoran.
Berulang kali acara monoton, menghibur dengan sedikit muatan pendidikan kembali menggeser acara yang berorientasi masa depan. Menunjukkan bahwa kita berjalan mundur dalam pemilihan asupan acara TV sebagai penunjang proses kedewasaan dalam berfikir.
Tak banyak yang dapat diharapkan dari seorang Thukul Arwana selain guyonan tanpa isi. Sangat jauh dari –semisal- Oprah Winfrey Show yang sarat pelajaran, atau acara perbincangan lokal yang baik.
Semoga kita memilih acara dengan bijak, karena “What you see is What you are”. Bagaimana?
BalasHapusTipikal bangsa goblog? Hehehe......
OK kutampung dulu pendapat mas ya
BalasHapusKatro!!! Ndheso!!! Tak sobek-sobek!!! Sekarang jadi ikon loh....
BalasHapusbukan sekarang ... tapi dah dari zaman nenek moyang kita pakai sepatu jinjit!
BalasHapus