Header Ads

Panasnya Yogya, HOT-nya Perilaku Anak Kos..

Yogya, Malam banget deh...


 


Gadis 22 tahun, bernama Bunga, terlihat kepayahan sedang mengipasi tubuhnya yang sangat kepanasan, bukan dengan kipas angin juga bukan dengan air conditioning (AC), melainkan dengan selembar kertas ujian super lusuh yang sebelumnya dia kucek-kucek karena tidak terima ujiannya sangat mudah. Ia memilih –hanya- memakai alat kipas konservatif itu karena dua alasan; pertama dengan memakai AC secara otomatis pembelanjaan tiap bulan meningkat tajam, dan itupun ia harus mencari kos bagi mahasiswa kelas atas yang sangat bertentangan dengan prinsip humaniora dalam mata kuliah Pengantar Psikologi I. Alasan kedua adalah penggunaan kipas angin yang berlebihan tidak menjadikan tubuhnya merasakan kesejukan, malah angin dengan jahat masuk ke dalam tubuh –disebut masuk angin. Dulu sewaktu berangkat pertama kali kuliah di Yogya –diiringi tangisan penduduk desa, karena dia putra terbaik daerah- dan ngekos jauh dari orang tua, sang nenek pernah berpetuah “Nduk –panggilan putri di Jawa- kalau masuk angin cukup dikerokin saja, badan kembali segar bugar!”. Tapi nasihat nenek moyang tersebut agaknya tak sesuai lagi dengan kondisi tubuh kurusnya, jatah uang orang tua sangat mepet, yang apabila terkena tekanan menjadi rapuh.


 


Analisis penyebab panas:


Memang kota Yogya akhir-akhir ini mengalami kenaikan suhu yang signifikan, hal ini bukan dikarenakan pemanasan global dunia akibat efek rumah kaca, tetapi akibat kumulatif panasnya otak mahasiswa-mahasiswi di Yogya yang kadang putus asa gagal menemui dosen pembimbing skripsi. Menurut survei Lembaga Kedokteran Syaraf Yogya mengatakan bahwa seorang mahasiswa yang sedang dirundung gelisah akan berpotensi menaikkan suhu bumi sebesar 0.02 % dari suhu setempat. Apabila suhu setempat sebesar 35ºC maka seorang mahasiswa yang gagal menahan amarah maupun berahinya menyumbang devisa suhu sebesar 0.007 ºC. Dari jajak pendapat pada tahun 2006 tercatat 1000 mahasiswa mengeluhkan emosinya labil, berarti suhu udara di Yogya mengalami kenaikan sebesar 7 ºC menjadi 42 ºC. Lumayan panas bukan?


 


Malam temaram itu dilewatkan oleh gadis dengan membuka catatan kuliah karena besok ujian Kalkulus. Sungguh deh....mata kuliah ini merupakan momok bagi dia sejak sekolah di bangku SD. “Tak bisa nyanthol di otakku”, seloroh sang gadis, dan yang ada di otaknya saat itu hanya tebaran-tebaran berbagai menu makanan special dari restoran berbintang lima. Akhirnya dia mengambil rehat sebentar, berjalan di lorong di antara kamar-kamar kos. Dia ingin berkunjung ke salah satu kamar temannya yang berada di ujung lorong dengan nomor 13. Pemilik kamar nomor 13 adalah mantan putri kecantikan Banjarnegara tahun 2002 bernama Sri Kunthi Singadimeja, biasa dipanggil Kunthi.


 


Sebenarnya dia agak takut karena tempelan nomor 13 sedikit terpatri dalam benaknya bahwa sesuatu dengan nomor tersebut berarti sial. Tapi berkali-kali dia mengucapkan asma Tuhan agar hatinya menjadi berani, dan dia mengalihkan perhatiannya pada niat menghabiskan makanan di toples si Kunthi. Memang Kunthi terkenal sangat dermawan menyuguhi teman yang berkunjung ke kamarnya dengan berbagai makanan ringan. Perawakan tambun menunjukkan kegemarannya memamah biak segala jenis makanan, tetapi anehnya besarnya badan tidak diiringi besarnya nyali. Coba bayangkan dengan seekor binatang kecil bernama kecoa saja hampir dipastikan dia berteriak-teriak menyumpah serapahi makhluk kecil itu.


 


Suara cekikian beberapa perempuan terdengar di telinga Bunga seperti rengekan seorang Gandaruwo pada malam Jumat, buru-buru dia (kembali) menghela nafas, melafalkan lantunan suci pengusir setan berbentuk ketakutan.


 


Cahaya remang-remang lampu bohlam 5 watt ke luar dari celah pintu menaikkan rasa penasaran, di tambah hembusan angin yang menyibakkan rambut ikalnya –di rumah ia melepas jilbab- menambah suasana sedikit mencekam. Kemudian dia mengetuk pintu kamar 13... dan seketika juga riuhnya suasana di dalam kamar menjadi luruh oleh hentakan kecil dari tangan Bunga.


Pintu terbuka perlahan-lahan...baru beberapa centimeter pintu itu terbuka, sekonyong-konyong Bunga menjerit dengan amat kerasnya. Tak kalah serunya Kunthi berteriak, karena ia latah, menyambut teriakan histeris dari sang tamu. “Kunthil anak!”, seru Bunga. Usut punya usut ternyata Kunthi sedang memakai masker malam untuk menghaluskan kulit wajahnya sehingga mirip sesosok mayat yang telah memucat.


 


Tiga gadis lain yang berada di dalam kamar dengan perasaan tegang, takut dan kaget segera merapikan kamar bekas seperti baru saja melakukan pesta. Pesta apakah gerangan sehingga kamar ditemaramkan dan ada jeritan lirih? Bukan pesta pemanggilan roh jelangkung ataupun pemutaran film porno, akan tetapi mereka melakukan ritual pijit memijit dengan bantuan balsam panas.


 


Bunga kemudian bertanya kepada mereka, “Kenapa kalian tidak ikutkan aku?”, rewelnya. Si pimpinan pijit berceletuk bahwa mereka tidak mengajak Bunga, karena tidak mau mengganggu ujian Kalkulusnya. Sedari sore mereka telah mengendus ketidakwarasan Bunga karena didera kecemasan jikalau ujian yang telah diambil ketiga kalinya ini gagal, maka sebagai konsekuensinya adalah mulurnya kelulusan selama setahun ke depan.


 


Ada yang baru dari wajah si Bunga, tidak biasanya ia terlihat tersenyum-senyum padahal kondisi di luar tubuh maupun dalam tubuhnya terasa gerah. Keempat sahabat karibnya serentak terpana karena Bunga telah memotong rambut panjang nan menjuntai menjadi super pendek. Memang orang awam tak akan mungkin mengetahuinya, karena sehari-hari dia berjilbab, namun keputusan ini diambil akibat makin gerahnya suasana dan muak menyandang predikat sebagai insan berambut indah.


 


Diiringi lantunan musik Malaysia berjudul Gerimis Mengundang, Bunga menawarkan diri untuk bergabung ke komunitas pijit panas. Daripada pening memikirkan esok hari dengan ujian Kalkulus yang dipastikan memeras keringat, Bunga dan kawan-kawan melakukan hot party massages.


 


Dunia menjadi indah dengan kadang kala berbuat ekspresif......


 


 


 


 


 


 


 

Tidak ada komentar