Bangsa Penyantetkah Kita?
Agak menyesakkan juga ketika melihat seorang paranormal -di sebuah berita televisi-dengan jumawanya mencoba memasukkan sekedar oleh-oleh bangsa –entah silet berkarat, paku payung, sisir yang tak tercuci ribuan tahun- dengan harapan sang tersantet mati. Apa tidak ada buah tangan yang lebih
Ya, perselisihan paham tentang kedatangan –aku tidak mau menggunakan kata kunjungan, karena memberi kesan bahwa bangsa kita sakit- Presiden Amerika Serikat ke Indonesia masih terus bergulir dengan sebagian besar masyarakat menolak “teroris nomor wahid”. Di berbagai penjuru negeri kita lihat gelombang aksi mulai menggemuruh memekikkan kata hujatan kepada Bush agar Pemerintahan SBY membatalkan agenda penerimaan. “Anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu”, pepatah bangsa ini memang tepat menggambarkan kondisi politik sekarang ini. Sesanter gelombang aksi unjuk rasa berlangsung, segarang apapun bentuk aksi tersebut, namun agenda telah tertetapkan maka nikmati pertunjukkan ini.
Yang menjadi bahasan kali ini adalah suatu kenyataan –phenomenon, peny- persantetan yang secara terang-terang menunjukkan jati dirinya di tengah lautan dan hangar bingarnya hedonisme dan matrealisme. Ki Gendheng Pamungkas adalah orang yang menjadi buah bibir saat ini. Dia dengan angkuhnya –aku tidak tahu tujuan pastinya, mungkin biar dagangannya laris- memanfaatkan media untuk mempertontonkan ilmu santetnya untuk memberi pelajaran Presiden Bush. Yang menjadi menarik adalah tontonan itu ditunjukkan di muka umum, dan mempersembahkan mobil baru berharga ratusan juta untuk dicorat-coret. Hal ini dimaksudkan untuk menambah keampuhan ritual sang dukun, begitu kilahannya.
Bila kita pelajari apakah ini suatu kemunduran kita dalam berfikir ataukah suatu ketidakpercayaan masyarakat terhadap janji-janji pemerintah?
Seperti kita ketahui bahwa bangsa kita –dulunya- merupakan bangsa yang sangat suka “lelaku”, hal ini dimaksudkan untuk melakukan perenungan hidup dengan usaha mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Kegiatan yang dilakukan antara lain tapa brata, pasa mutih dan lain sebagainya. Tujuan awal adalah mutlak ingin melakukan pembelajaran diri dengan menahan amarah yang selalu membutakan hati kita. Tapi seiring waktu –dan gagalnya usaha refleksi- dunia lelaku bergeser menjadi suatu tindakan yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh suatu hal. Santet, tenun, gendam adalah sedikit cerita yang makin menunjukkan kegagalan kita untuk mematangkan emosi. Dan hasilnya adalah bangsa kita tidak pernah berfikir secara rasional.
Memang secara sadar harus mengakui bahwa bangsa kita baru berumur enam dekade, akan tetapi apabila kita tidak berusaha untuk belajar rasional maka ketersendatan berfikir adalah sebuah konsekuensi logis. Lihat contoh bangsa barat, mereka dulu juga mempunyai suatu keyakinan dalam hal perklenikan, namun dengan sadar segera mengalihkan pemikiran tersebut kepada hal positip yaitu dengan action. Kenapa kita dijajah oleh bangsa barat selama lebih dari 3 abad, jawabannya adalah bangsa kita masih berkutat dengan suatu keadaan yang membuai, di alam imajinasi sehingga keluarannya adalah sikap tak realistis terhadap hidup.
Kalau sekarang ilmu santet mulai ditunjukkan di depan umum, ini berarti adalah suatu pameran untuk kembali ke belakang, suatu kemunduran bagi bangsa kita. Di saat bangsa lain sudah bertindak –action, peny- kita hanya bereaksi memamerkan kekuatan yang tidak perlu. Kita hanya bangsa reaksi, bukan beraksi!
Kalau kita mengambil uraian di buku Achmad Chodjim tentang konsep Yang Ying, sebuah keseimbangan hidup, di buku Al Falaq, maka bangsa barat telah mampu mengembangkan pola pikirnya dengan menyerap kekuatan Yang dan Ying secara baik. Sehingga apabila salah seorang anak bangsa –yang menganggap dirinya ampuh- menerobos realitas dengan klenik, maka hasilnya akan nihil.
Apakah kita mau terus-menerus ditertawakan oleh bangsa barat bahwa kita adalah manusia terakhir yang ditemukan di muka bumi dengan keterbelakangan budaya. Santet, tenung atau apalah sebutannya selayaknya dihapus di muka bumi
Dan celakanya, kini para dukun telah membuka "inovasi baru" dalam dunia perdukunan: Berdukun via sms. Kalau dulu untuk konsultasi kita harus menyambangi sang dukun--bawa ayam putih-ayam hitam dsb, sekarang cuman dengan goyang jempol sudah bisa mendapat "advise kreatif" dari dukun-dukun oportunis.
BalasHapusDan ironisnya, metode konsultasi cenayang jarak jauh toh sama sekali bukan hal baru. Di bule-bule sono sudah sejak puluhan tahun yang lalu dikenal layanan telpon khusus cenayang.
Alangkah gawatnya bangsa ini. Sudahlah melakukan sesuatu yang terlaknat (baca: kemusyrikan), tekniknya pun tak tambah canggih. As usual; left behind.
mmmm .... no comment deh
BalasHapusdukun kan cari uang juga buat makan
Wahahahahaaaaaaa takut disantet pake pecahan botol yaaaa.......
BalasHapusenak saja takut
BalasHapusaku lebih takut kecoa dibanding dukun!
Amit-amit, mending harga diriku diinjak2 penjajah dibanding ama dukun!
Penjajah dalam arti ya organ2 bangsa yang duduk di Dewan tuhh
Aku gak takut lagi sama coro, soalnya aku sudah terlatih menangkap sekaligus membasminya. Cuma aku belum terlatih menangkap sekaligus membasmi anggota Dewan yang bermental tikus.
BalasHapusHah tikus? Bukannya mereka sekarang sudah menjadi macan ompong (maaf Jendral Purnawirawan Prabawa, saya pakai kalimat Anda).
BalasHapusYa biarpun tikus, kan bisa dijadikan pengganti ayam. Jadinya Mie Tikus!
Ih omonganmu menjijikkan.
BalasHapusbilang menjijikan?!
BalasHapuskalau dah menikmatinya sih oke2 saja
makanan altrnatif di saat sembako melangit dan mengangkasa
pakai Garuda Rindunesia yang diboikot ama Eropa. Kasihan deh lo PT. Angkasa Raya!
Kau vulgar dech.
BalasHapusoh maaf ... soalnya ngulang kasus Devi Persikat!
BalasHapusCopot deh ...
lumayan jadi terkenal
Hihihi.... Aku mulai curiga bahwa kasus Dewi Peach yang copot itu adalah kesengajaan, soalnya sampai lebih dari sekali.... Copot mulu....
BalasHapusItu berarti bisnis pembuatan "kutang" juga sudah disabotase!
BalasHapusMaaf para feminis saya kurang ajar!
Hiyaaaaaa awas disomasi Dewi Peach loooo......... Hihihiiii.......
BalasHapusAh itu mah kerjaan pengacara lantang-luntung kurang kerjaan.
BalasHapusAku jadi kecewa mengapa tidak kuliah di jurusan hukum yah ...
Secra hukum kita itu bisa dibuat jualan to ...
Asyik tenan!
Ngapain kau niatan kuliah di Hukum, aku aja jera kuliah di Hukum, soalnya aku ga punya nyali buat jualan hukum, hehehe.....
BalasHapusLoh harus dididik sedari bayi yahhhh ...
BalasHapusIngat itu.
Dari bayi harus dicekoki jamu korupsi, vitamin kolusi, dan pendidikan mental tai kucing. Jadi ya gitu dehhh
Pantas bayi-bayi jaman sekarang gak doyan nete, doyannya ngembe, ngembe Topi Miring.
BalasHapusLohh bukannya triping tuh enak!
BalasHapusBuat ngilangin pusing mikirin negeri yang ewer-ewer gini.
Secara anggota Dewan Percakilan Rakyat juga suka pakai topi item miring. Biar nutupin mukanya pas disorot kamera di kantor polisi.
Hihihiiiiiii........ Kebanyakan studi banding ke luar negeri sih....... Jadinya celebs-oriented.......
BalasHapusOh gitu yah ...
BalasHapusSok keren nyak!
Eh, siapa bilang mereka ke luar negeri studi banding?
Mereka itu menghamba, mencari utangan, memohon belas kasih barat.
Sembari menjadikan mereka Tuhan!
Itu kan sudah menjadi piagam kesepakatan bangsa bahwa hidup di Rindunesia harus pasrah!
Ngene-ngene ning aja ngene!
Lah, kupikir hidup di Rindunesia itu alon-alon asal kelakon dan gemah ripah loh jinawi...... Halah, sok ngerti aku...... Dasar orang Sumatra.
BalasHapusItulah yang menjebak kita!
BalasHapusAku mikir, angan2 semu itulah yang membuat kita selalu di alam mimpi.
kalau angan2 menjadi WNA sih ga masalah. Toh ilmunya ntar dikirim via email ke badan intelejen. Gitu loohhh maksudku!
Oh, ternyata kau Teuku Umar yach? Pura-pura menyerah pada bangsa asing lantas melarikan persenjataan mereka. Wah, aku salut padamu, Nak. Kau sangat bernyali.
BalasHapusIkuti aku, Tjut Nyak Dien!
BalasHapusBaik, Teuku!!!
BalasHapusheh nama pahlawan dibuat mainan?!
BalasHapusNananana, aku benci mainan, mainan, mainan!!!
BalasHapusawas ya kulaporin Dewan Kehormatan apa tuhh yang nama baik si Percakilan Rakyat harus bersih gitu .... ah mbuh lupa
BalasHapusMbuh jugak lah.
BalasHapusAh ga kreatibb
BalasHapus(aku kehabisan kata2 ni)
Aku juga mbuh.
BalasHapus