Header Ads

Lindungi Dunia Anak dari Acara TV tak mendidik!

Apabila kita lakukan jajak pendapat massal dengan pertanyaan lagu anak-anak apa yang tak lekang oleh zaman, maka salah satu kandidat pemenangnya adalah lagu “Pelangi-pelangi alangkah indahmu” –benar ga ini judul?.


 


Sebenarnya apa yang istimewa dari lagu ini, sehingga dari zaman dahulu kala –saat Gadjah Mada duduk di bangku TK Dharma Pertiwi Kec. Majapahit- sampai dengan sekarang lagu ini selalu didendangkan oleh anak-anak yang belajar mengenyam masa depan.


 


Tak disangkal walaupun lagu “tua” ini telah berusia senja –bahkan dari telisik para cendekiawan muda peduli bangsa, CMPB-  tetap saja pamor dan keterkenalannya tidak mampu digeser lagu Dina Mariana, Ira Maya Sopha, Sherina ataupun Tasya. Seakan-akan lagu ini adalah lagu wajib untuk merangsang otak lucu balita tanpa bisa ditolak keberadaannya sebagai “Lagu Pencerdas Kehidupan Bangsa”.


 


Tren lagu tempo dulu adalah mengusung kebersamaan, keceriaan dan kesederhanaan dalam berfikir. Maksud diperkenalkan lagu-lagu yang simple ini adalah agar anak dengan suka ria bertepuk tangan, meloncat dan berekspresi “apa adanya”. Hal ini juga didasari juga oleh keadaan negara yang baru saja terbentuk, sehingga praktis apa-apa yang dihasilkan oleh tangan bangsa juga seadanya juga.


 


Apabila dibandingkan dengan lagu-lagu anak keluaran zaman sekarang, maka sangat jauh berbeda bahkan telah bergeser dalam hal musikalitas dan tema. Era kebangkitan –kalau boleh dibilang- lagu anak-anak dimulai dengan meledak dan larisnya kaset anak setara dengan lagu pop dewasa dalam hasil penjualan. Puput Melati dengan lagu andalan 1+1 pada waktu itu merajai jagad musik anak-anak, disusul Enno Lerian, Meisyi, Joshua, Sherina dan Tasya. Bisnis rekaman anak sangat digemari pada waktu itu, membuat ibu-ibu tergila-gila ingin menjadikan anak mereka penyanyi cilik.


 


Fenomena ini semakin menghangat dengan mulai adanya “pengkarbitan” mental para anak dengan masuknya dunia anak ke wilayah entertainment –pertunjukan gosip. Maih ingatkah kita terhadap kasus Enno Lerian, yang lagi naik daun dengan lagu Semut-semut kecil, dikabarkan diperkosa Bondan Prakosa dan hamil. Atau kasus Melissa, pendendang lagu Abang Tukang Bakso, yang dikabarkan tewas tersengat listrik. Apakah ini termasuk pendewasaan anak yang dipaksakan, tuntutan kemajuan yang tidak mungkin dihindarkan atau karena pengaruh sinetron dan serangan “musik ala Peter Pan”.


 


Memang perlu diberikan apresiasi –penghargaan, penj- yang baik jika ingin kesenian maju, namun sekali lagi kita tidak boleh main-main di kotak permainan anak-anak. Dunia ini sangat rentan terhadap perubahan, sekali ada yang mengusik jangan harap anak-anak akan berubah dari panda nan lucu menjadi serigala yang meraung-raung. Perlu penanganan ekstra ketat agar keberlangsungan kehidupan anak berjalan apa adanya namun tetap maju dalam perkembangan inteligensia –tentunya juga kepekaan sosial dan religiusitas.


 


Musikalitas musik anak tidak diragukan lagi dengan masuknya orkestra ataupun simponi dalam pengolahannya. Dengan adanya improvisasi ini perkembangan imajinasi anak juga akan terbantu menjadi anak cerdas. Namun berkali-kali perlu kita proteksi keberadaan anak dari ancaman kedewasaan “matang karena dikarbit” tadi. Seperti rengekan Kak Seto, berkali-kali, yang mengarapkan peran pers untuk lebih memihak anak dalam pemberitaanya perlu kita hargai dan segera ditindaklanjuti oleh kita –jika pemerintah tidak peka.


 


Pengembaraan atau eksperimen untuk mendidik anak memang sangat diperlukan dan wajib, namun semangat lagu “Pelangi-pelangi alangkah indahmu, merah kuning hijau ....” harus dipertahankan. Sederhana, berisi dan ceria.


 


Terserah kita mau memilih...


Anak-anak adalah aset, Jangan pernah menunggu –apalagi menuntut berlebihan terhadap tindakan pemerintah- lakukan segera di keluarga anda. Sekarang!


 

Tidak ada komentar