Karakter yang Terkubur
Entah mimpi apa nenek moyang kita –pendiri Bangsa Nusantara- ketika melihat sejuta kekacauan di segala lini kehidupan negara saat ini. Bila pendiri bangsa masih hidup di era sekarang, maka dijamin mereka akan menangis darah dan menyesali mengapa sebuah bangsa -yang terbentuk karena ikatan emosi- berdiri di atas bulatan bernama Bumi.
Oleh kalangan Filsuf Jawa posisi
Memang sangat dini jika kita mengambil kesimupalan bahwa muka bumi dikendalikan kosmis Nusantara. Tapi perlu kita sadari bahwa wilayah yang membujur dari Timur Aceh ke barat Papua kaya akan sinkretisme budaya. Daerah barat yang kental keIslamannya, wilayah timur dengan pengaruh Kristen, agama Hindu dan Budha sebagai agama awal yang masih berpengaruh, membaur menjadi sekumpulan masyarakat yang kompak.
Berbagai ulasan ilmiah menyebutkan bahwa nusantara merupakan daerah yang dikelilingi sabuk gunung berapi dan terdiri dari tiga lempengan tektonik –senantiasa bergrerak untuk mencapai kestabilan posisi. Daerah semacam ini oleh ahli antropologi diperkirakan sebagai tempat bercampurnya berbagai budaya dunia untuk kemudian berpencar menyebar ke seluruh penjuru dunia. Besar kemungkinan segala aspek kehidupan mulai dari hubungan kemasyarakatan, norma dan tata perilaku telah dimiliki bangsa kita sebelum bangsa lain memikirkannya.
Jika kita menghubungkan posisi tersebut dengan kejadian gempa bumi 25 Mei 2005 -meluluhlantakkan Yogyakarta dan sekitarnya (Negeri Mataram), sungguh dapat dijadikan tonggak kesadaran dari keberpalingan diri. Peristiwa yang tak disangka-sangka –karena prediksi bencana akan berasal dari arah Utara yaitu meletusnya Gunung Merapi- seolah memperingatkan kita untuk untuk kembali ke jati diri bangsa yang telah ke luar dari pakem sebagai orang timur.
Prof.Damardjati Supadjar sebagai orang yang peduli terhadap budaya Jawa –Islam Jawa- menjadikan momentum gempa bumi agar kita kembali ke ibu
Dari uraian di atas yang menganggap
Post a Comment