Jerat
Kelinci itu sekali lagi lepas dari jeratan
Wortel yang idpasang di tengah sawah
Dapat diambilnya tanpa goresan luka sedikitpun di bdan
Senyum langsung tersungging di pipi berlubangnya
“Sepandai-pandainya tupai melompat, kelinci juga bisa!”, ujarnya bangga
jumawa hati mulai menggelayuti alam sadarnya
licik mulai memasuki putihnya bulu
Seakan-akan waktu adalah miliknya seutuhnya
Ia kembali ke kandang dengan perasaan takjub
Inikah kehendak Tuhan ataukah buah tangannya sendiri?
Dikeratnya buah nila berasa getir itu
Tak dipedulikan lagi ancaman dari luar
Yang tersirat hanyalah kenikmatan
Di tengaj kunyahan ia disadarkan oleh suara keras
Berdentum, merasuk ke sanubari
“Kembalikan wortel itu! Tak layak kau memakannya”, suara gaib terdengar
Bingung dia menyerap perkataan itu
Telinga panjang nan mampu menampung kelebihan suara seketika memerah
Bukan karena marah, akan tetapi linglung
Akhirnya dia putuskan mengacuhkan suara itu
Dianggap sebagai seruan tak bernakna
Dia berjalan kembali bergabung dengan rekan-rekannya
Menapaki jalan sembari melihat wortel tanpa jerat
Bahagia menjemput duka
Post a Comment