Riuh Rendah di Kelas Sunyi
Menjelaskan sesuatu itu tidak mudah. Apalagi takaran pemikiran kita sudah selangit. Profesor sekaliber Einstein pun banyak kelemahannya. Jika saya berada di depan dirinya, pasti setengah mati akan mencerna setiap kata yang meluncur dari bibirnya. Tak mudah, pecah rasanya kepala ini.
Mending saya main facebook. Pilihan yang sangat tepat, meski nuansa intelektualitasnya sedikit di bawah mengikuti ajaran para profesor. Main main, menyapa teman, bersenda gurau, dan saling mengejek. FB, idola baru di saat suntuk.
'Hai, apa kabarmu, Ndi?' Si Memey menyapa. Saya terkejut setengah mati.
Dua tahun lalu, dia menolak saya. Dunia serasa runtuh. Berulang kali, saya berniat membunuh dirinya. Ini karena keinginan saya untuk membunuh orang orang keparat besar sekali. Saya mengambil air wudlu, dan hilang sudah keinginan ganjil pada jiwa saya.
'Halo, Mey.'
Sialan, Profesor X mengitari kelas. Sempoyongan saya mematikan komputer. Meminimize layar website internet. Tak berhasil. Akhirnya, tombol restart saya tunjuk. Matilah sudah.
Saya pura pura menyalin catatan teman saya di sebelah
Mending saya main facebook. Pilihan yang sangat tepat, meski nuansa intelektualitasnya sedikit di bawah mengikuti ajaran para profesor. Main main, menyapa teman, bersenda gurau, dan saling mengejek. FB, idola baru di saat suntuk.
'Hai, apa kabarmu, Ndi?' Si Memey menyapa. Saya terkejut setengah mati.
Dua tahun lalu, dia menolak saya. Dunia serasa runtuh. Berulang kali, saya berniat membunuh dirinya. Ini karena keinginan saya untuk membunuh orang orang keparat besar sekali. Saya mengambil air wudlu, dan hilang sudah keinginan ganjil pada jiwa saya.
'Halo, Mey.'
Sialan, Profesor X mengitari kelas. Sempoyongan saya mematikan komputer. Meminimize layar website internet. Tak berhasil. Akhirnya, tombol restart saya tunjuk. Matilah sudah.
Saya pura pura menyalin catatan teman saya di sebelah
Post a Comment