Tuhan lepaskan aku dari Indigo
Jika boleh jujur, aku ingin kemampuan indigo tak pernah bersarang di tubuhku. Sempat kuhardik Tuhan, melepaskan penerawangan jauhku dengan cara cara yang menurut orang mujarab. Aku tersiksa, diantara anugerah dan kutukan bernama indigo. Ia menggerogotiku di saat emosiku tak stabil, namun juga mampu menaikkan moral dengan tiba tiba.
Salah siapa, aku sering bertanya. Tak pernah tertuju kepada seorang pun. Yang kutahu, sering sekali aku mendapatkan lintasan tanda penunjuk masa depan. Pernah aku berkonsultasi ke seorang kyai, lima bahkan, dan semua mengakui jika inderaku lebih dari orang biasa. Mereka tersenyum, tapi sekilas kulihat nyinyir, menganggap aku sebagai saingan. Mungkin saat itu aku sedang sensitif. Dan kesimpulan mereka, aku harus menerima kemampuan ini untuk diasah dengan bantuan salah satu kyai yang paling kupercaya. Pak haji aku memanggilnya.
Lima malam aku dibimbing dari jauh, melalui telepon. Aku tergopoh gopoh menerima petunjuk dari ruang tempat telepon berada, bolak balik ke kamar semadi. Tujuan utama: memoles batin, berkonsentrasi meraih cahaya biru yang melesat lesat di alam bawah sadar.
Makin banyak pasien, jika aku boleh menyebut, yang meminta bantuan dariku. Dan mereka berterima kasih karena usaha yang maju, urusan rumah tangga kembali normal, atau ada yang jatuh cinta malahan. Awalnya aku menikmati dan bersyukur karena merasa telah ditunjukkan jalan oleh Tuhan. Tapi aku takut praktikku menjurus perdukunan. Melangkahi kodrat dan membuatku sombong. Masyarakat mulai menganggap aku sebagai sosok yang benar. Apa yang aku katakan dirasa mereka seperti ucapan Nabi. Jiwaku mendadak goncang, ingin kembali melakukan rukyah atau cara keji untuk melenyapkan indigo. Detik ini aku terpukul, tak tahu apa yang harus kuperbuat.
Untukmu istriku di Tasikmalaya.
Belum tamat, Say.
Salah siapa, aku sering bertanya. Tak pernah tertuju kepada seorang pun. Yang kutahu, sering sekali aku mendapatkan lintasan tanda penunjuk masa depan. Pernah aku berkonsultasi ke seorang kyai, lima bahkan, dan semua mengakui jika inderaku lebih dari orang biasa. Mereka tersenyum, tapi sekilas kulihat nyinyir, menganggap aku sebagai saingan. Mungkin saat itu aku sedang sensitif. Dan kesimpulan mereka, aku harus menerima kemampuan ini untuk diasah dengan bantuan salah satu kyai yang paling kupercaya. Pak haji aku memanggilnya.
Lima malam aku dibimbing dari jauh, melalui telepon. Aku tergopoh gopoh menerima petunjuk dari ruang tempat telepon berada, bolak balik ke kamar semadi. Tujuan utama: memoles batin, berkonsentrasi meraih cahaya biru yang melesat lesat di alam bawah sadar.
Makin banyak pasien, jika aku boleh menyebut, yang meminta bantuan dariku. Dan mereka berterima kasih karena usaha yang maju, urusan rumah tangga kembali normal, atau ada yang jatuh cinta malahan. Awalnya aku menikmati dan bersyukur karena merasa telah ditunjukkan jalan oleh Tuhan. Tapi aku takut praktikku menjurus perdukunan. Melangkahi kodrat dan membuatku sombong. Masyarakat mulai menganggap aku sebagai sosok yang benar. Apa yang aku katakan dirasa mereka seperti ucapan Nabi. Jiwaku mendadak goncang, ingin kembali melakukan rukyah atau cara keji untuk melenyapkan indigo. Detik ini aku terpukul, tak tahu apa yang harus kuperbuat.
Untukmu istriku di Tasikmalaya.
Belum tamat, Say.
BalasHapusApakah indigo berhubungan pula dengan kemampuan mengobati, dan bukannya melulu melihat yang subtil? Ndhy, obatin paru-paruku, trus pijat refleksi ya.... Asoy geboy.
Kalau sakit paru-paru, ya ke Sangkal Putung, Pha.
BalasHapus
BalasHapusHa? Apa itu, Ndhy? Tempat pengolahan kerupuk paru?
Hus, paru-paruku lagi infeksi kok, malah disuruh jadiin kerupuk.... Ndak steril, tau.
Ahli patah tulang itu lho
BalasHapus
BalasHapusNgawur, kita hanya butuh ahli patah tulang pas Hari Raya Kurban.... Buat matahin tulang-belulang sapi, bikin sop.... Sruput.
Udah lewat, Pha.
BalasHapusMau masuk Imlek kaleee
ntar yang dipatahin shio, sekarang shio apa sih?
Babi ya?
Bilangnya jangan keras ya
BalasHapusBisa sopan ga sih???
hihihihihi. inget si Embak itu.
BalasHapusJangan ngasarin perempuan yaa ...
Ntar kualat.
BalasHapusLha, kau itu yang mbeling, cewe kok di-skak langsung....
Aku mah emang jarang berinteraksi dengan perempuan, soalnya aku jelek, mereka ngga suka kepadaku....
Tapi aku lemah lembut dan sopan, kok. Nek coyo.
Kirimkan biodatamu ke Biro Jodoh Kompas. Sekarang juga dicicil
BalasHapusEmoh ah. Bisa cari sendiri kok.
BalasHapusAku sudah punya profil wanita idaman, namun aku jelas-jelas bukan pria idamannya.
"Makanya tak jodohin sini!!! Ngeyel."
Emoh. Takut ngga cocok.
Ya sudah. Kawin suntik aja lah.
BalasHapusPakai silikon
BalasHapusKau pikir aku sapi.
Bukan ya?
BalasHapusYa udah. Luwak yang ngeluarin eek+kopi. Dah terkenal lo sampe manca. Starbuck?Lewat.Cuma menang penampilan.
Alpha,apakah kau luwak?
Kalau aku, panda Tiongkok.
BalasHapusKalo aku luwak, memangnya kau mau beli tinja rasa kopiku?
Untuk bule, harga tengkulak. Untukmu, harga sahabat deh.
Ga mungkin kau nengkulakin bule.
BalasHapusAku ada cerita. Asli mah eni.
Ada temanku, bercita cita besar jadi pelukis besar, go international, tapi maennya dia brutal. Manajemen kacau sekacaunya. Trus, kadang dia maksa banget agar sisi pemikirannya diterima orang lain. Asli nih. Apakah dia layak jadi pesohor.
Contoh ini kadang banyak dialami anak bangsa kita. Aku juga. Jujur.
Mari kita belajar bersama. Hayuk.
BalasHapusHubungannya dengan tinja rasa kopi, apa?
Kau berniat mempersembahkan kopi luwak ke hadapannya? Bah, mewah benar.
Ga ada hubungannya. Ada ding. Dia maniak kopi hitam.
BalasHapus
BalasHapusDan kau maniak gadis kulit hitam. Menikahlah kalian.
Undangan gratis. Makan sepuasnya. Cocok buat Alpha
BalasHapus
BalasHapusLho, makanku dikit lho, Ndhy.... Kau pikir aku bakul nasi?
Arah pukul 6 lihatlah. Kau akan berjumpa dengan diri. Nikmati dan senggamai.
BalasHapus
BalasHapusJamku digital.
O brarti kau sdang di segitiga bermuda. Tanpa arah.
BalasHapus