Header Ads

MEMBURU CURUG CIMANINTIN (3)

Sudah saya bilang kalau kemampuan menyetir motor saya kaya aki aki, Caesar malah minta dia membonceng saya. Dia nge-shoot pakai handycam. Jelas saya ketinggalan jauh dari anggota My Trip My Adventure Tasik. Saya merasa rem belakang Vario saya tidak maksimal hingga bayangan masuk jurang menghantui saya. Kacau, deh!

'Kok jauh banget ketinggalan, Sar?' tanya saya cemas sembari mengegas kencang tapi takut rem blong.

Sekira lima belas menit perjalanan, sepertinya motor motor terdepan menyadari jika saya ringkih. Mereka berhenti sejenak menunggu saya menghampiri mereka.

Seorang lelaki berbadan bongsor bernama Iyus pindah boncengan dari A Soni ke motor saya. Allohu akbar, saya berseru berkali kali dalam hati. Keajaiban itu hadir seketika menjawab kegundahan saya. Caesar berganti pasangan dengan A Soni yang cara menyetir motornya kaya iblis.

***

Sepanjang perjalanan, alam menyuguhi keindahan yang tak mampu saya jelaskan. Hijau terhampar menyejukkan mata dan menghantam hati beroleh ketentraman. Belum sungai dengan bebatuan besar yang airnya mengalir gemericik, saya takjub olehnya. Rasa penat setelah dua minggu tak piknik menguap seketika berganti keceriaan.

Tiba waktunya masuk kampung menuju Curug Cimanintin. Saya tidak mencatat nama desanya. Dasar tidak cermat! Treknya bisa saya bilang parah. Jalan yang sedianya beraspal, sekarang rusak. Saya menyelidik itu karena hujan atau kondisi tanah yang bergerak. Kabupaten Tasikmalaya tergolong kawasan perbukitan yang beberapa bulan lalu terkena longsor.

Naik motor matic bukan pilihan bagus. Sebaiknya, kita pakai motor bebek atau laki sekalian. Iyus yang bekerja di dunia motor berkali kali was was dengan motor matic yang tak cocok di tanjakan. Saya ndremimil berdoa semoga perjalanan ini baik baik saja.

***

Terhitung tiga kali kami istirahat di warung penduduk. Beli air minum, saling membaginya, beli keripik pisang, saling memberi semangat agar tangguh sampai tujuan. Rasa lelah terbayar oleh kebersamaan.

Akhirnya, jelang salat zuhur, kami sampai di penitipan motor dan kami musti melanjutkan misi via jalan kaki. Tarif parkir cuma dua ribu rupiah. Murah sekali ditambah senyum khas warga yang tulus dan bersahabat. Salat dulu di masjid warga, kami lanjut makan siang bersama. Wah, hati saya adem sekali bersama tim ini.

Pelajaran paling keren yang saya dapat sampai momen ini:

'Prasangka saya pada orang Sunda tak terbukti. Pikiran aneh saya buyar. Mereka juga makan indomie telor seperti saya!'

Tidak ada komentar