Header Ads

NASI TO MUGHNI


Cobalah kau lafalkan "mughni"! 

Ada lenguhan bukan? Iya seperti itu akhir dari menyantap nasi tutug oncom Mughni. Kita akan melenguh keenakan seperti beban hidup telah tuntas. Rasa oncomnya yang dicampur dengan nasi empuk berasa mengenyangkan. Sambalnya pas di lidah, tak bereaksi ganjil pada perut saya, dan bau terasinya melekat di bibir. Belum tempenya yang aduhai, bikin perut bergejolak. 

Tutug Oncom atau TO menurut saya makanan wajib di Tasik. Ratusan warung menawarkan nasi TO dengan varian rasa yang berbeda beda. Nomor wahid pastinya Benhill di Dadaha, menyusul Mughni yang rasanya tak kalah. Belum lagi warung kecil lain yang siap menyodok kegemilangan dua warung TO tadi. Tasik bisa kita sebut sebagai Kota 1001 TO. 

TO Mughni terletak di Jalan BKR atau Badan Keamanan Rakyat. Entah kenapa jalan ini disebut begitu. Mungkin pada masa revolusi, banyak tentara divisi Siliwangi yang nongkrong makan TO di sini. Kalau dari perempatan Unsil, dari Padayungan, ambil arah kiri. Sejarak 500 meter ada warung kecil yang di depannya berparkir banyak motor juga mobil. Tanyalah warga di sekitar BKR di mana warung TO Mughni pasti akan mereka jawab. 

Tempat makannya walau kecil tapi asyik. Kita bisa lihat sawah dan gemericik selokan air. Sayang, airnya sudah penuh limbah domestik rumah tangga dan warung warung. Warnanya hitam dan tak enak kita lihat lama. Untungnya selokan itu tak bau, makan jadi aman. Entah lima atau sepuluh tahun lagi, bisa bisa selokan sudah penuh limbah berbau menusuk hidung. 

Jatuh cinta saya pada Tasik berawal dari nasi TO. Bentuknya sederhana yang tak neko neko, mengenyangkan, dan merakyat. Siapa saja yang pernah mencicipnya akan kembali lagi ke Tasik mencarinya. Percaya tidak, itulah kenyataan. Sama kaya gudeg Jogja, Tasik ialah kampung TO menancapkan kuku kuku kekuasaannya. 

Tidak ada komentar