Header Ads

KAMI HARUS BERSURBAN?


Mendadak kantor saya tadi sore gempar. Mata mata karyawan saling menatap dalam tanya yang tak mungkin terjawab. Telinga dan mulut saling beradu ketika bos kami menginstruksikan sesuatu yang aneh secara kami kontraktor. Bos kami mewajibkan tiap Senin karyawan wajib memakai jubah lengkap dengan surbannya!

'Waduh, nggak pakai helm dong?' bisik satu teman pada saya. 'Surban bisa menyelamatkan kepala kita dari kayu jatuh, ya?'

Ada lagi yang berkata lirih, 'Alamak .... kalau pakai jubah, bisa bisa pergerakan saya nggak gesit lagi!'

Namun ada yang tampak girang dan menerima perintah bos kami. Mereka yang saya amati duduk menggerombol memancarkan muka berbinar ke arah sang bos tanda setuju dengan tiap Senin berjubah bin surban.

Saya abstain. Bukan masalah saya plin plan dan tak mampu memutuskan ikut atau tidak dengan ucapan bos. Tapi, apa tujuan berjubah dan surban tak dijelaskan oleh bos. Jika satu kali Senin saja tak masalah dan saya menganggapnya sebagai bentuk penghormatan Hari Raya Kurban besok. Ini selamanya harus pakai kostum yang berseberangan dengan dunia kontraktor yang, maafkan saya, hitam dan berseberangan dengan ihwal persurbanan.

★★★

Tidak asyiknya bos kami yaitu apa yang ia ucapkan harus kami menurutinya. Memang dalam hal uang ia sangat royal. Tiap ada duit, ia bagi bagikan ke anak buahnya dengan rata. Tapi setelah itu, ia menekan kami dengan pekerjaan yang gila gilaan. Sebetulnya saya tahu uang itu sogokan darinya agar cepat merampungkan pekerjaan.

Pun saya mendekati Ahmad yang saya kenal ia cukup agamis di lingkungan proyek kami. Sudah jadi rahasia umum jika Ahmad bekerja di proyek terkenal bersih san tak mau ikut ikutan makan uang haram. Sudah tradisi jika hal hal abu abu seperti kolusi antara mandor dan bagian keuangan berlaku di proyek. Saya berpikir itulah seni dunia sipil.

Ahmad sedang makan siang di meja kerjanya. Saya minta izin padanya kalau kalau makannya terganggu bahkan ia tersedak dan mati karena kehadiran saya. Ia mempersilakan saya duduk dan langsung saya ambil kesempatan berkonsultasi padanya. Kantor sepi. Bos nggak ada dan karyawan lain biasa kalau jam istirahat habis makan tidur.

'Dengar FPI demo Ahok terus, Pak Ahmad?' saya memancingnya.

'Tidak.' jawabnya. Saya kaget dalam harapan saya Ahmad berkata iya dan saya lanjutkan obrolan. Kayanya, ia tidak tertarik dengan obrolan FPI. Oh, saya pernah dengar kalau Ahmad membenci FPI beralasan ormas itu seperti gerombolan jablay.

'Mereka lempar tahi kebo ke DPRD, ya?' Ahmad tetiba berucap sambil memasukkan nasi ke mulutnya. Dengan sendok, bukan dengan sekop.

'Iya, euy!' saya berseru.

'FPI cerdas sekali!'

'Kok?'

Ahmad memberitahu jika mana ada ormas yang sekeren FPI dengan melempar tahi kebo. Biasanya kan telur busuk. Ini tahi kebo. Langka kan? Tapi saya jadi bingung, Ahmad saya dengar benci FPI, sekarang berbalik mendukung sepak terjang FPI yang saya nilai berlebihan.

'Tahi kebo itu akan jadi kompos yang akan menyburkan tanah di depan DPRD, Pak Danie.' kata Ahmad bercanda ternyata.

'Iya kalau nemplok di tanah, Pak.' balas saya. 'Kalau nempel di wajah ketua DPRD? Tetanus dong ....'

★★★

Saya langsung masuk ke obrolan inti tentang kenapa bos mewajibkan tiap Senin berjubah dan surban. Apakah si bos telah terkena doktrin FPI dan ingin mengubah sistem proyek ke arah lebih agamis? Tabu menyogok? Juga tindakan pro ketukang-proyekan? Kalau begitu sih bagus. Lha ini pakai jubah dan surban. Nalar saya tidak sampai terus terang.

'Malah bagus dong, Pak Danie.' kata Ahmad. 'Itu tandanya proyek akan berkualitas. Moral kita kembali baik. Ide cemerlang musti kita dukung.'

'Tapi ....' saya membalas namun terpotong oleh perkataan Ahmad.

'Jalani dulu maunya bos. Mungkin saja ia mau memancing anggota FPI untuk mau kerja di proyek kita. Mereka tertarik jadi tukang cor beton, tukang pasang bekisting, tukang cat, tukang las. Biar nggak suka bikin onar terus. Jangan dikit dikit protes sambil merusak."

'Eh, siapa tahu begitu, ya.'

Dalam hati, saya mengamini apa yang Ahmad katakan. Jubah dan surban sudah gamblang dan tak harus saya sangsi memakainya tiap Senin sesuai petuah bos. Dan saya berdoa semoga anggota FPI benar mau bekerja di proyek bangunan merasakan kerasnya bertahan hidup di sini.

Tidak ada komentar