Header Ads

AHOK yang SENSITIF!


Hari demi hari, Ahok saya pikir menghunjam tingkat kebijaksanaannya. Ia terkesan arogan cenderung tak mengindahkan masukan dari orang orang di luar pembencinya. Sudah banyak yang bilang jika Ahok seyogyanya tak mengindahkan demonstrasi FPI dan kroco kroconya, alih alih ia terus berkonfrotrasi frontal pada mereka. Ini menguras energi dan tak penting karena Ahok telah sah sebagai Gubernur DKI. Namun, Ahok malah mempertontonkan aksi yang antipati. Apakah itu?

Ibarat penikmat opera, saya menilai Ahok semakin tak menampakkan itikad baik memuaskan penontonnya. Adegan yang ia perankan tidak mampu mengolah sisi emosional penonton yang membeli tiket pertunjukannya. Ahok malah mengobrak abrik apa saja yang tidak sepatutnya ia lakukan. Ia membuat penonton muntah tak berselera.

'Kelemahan saya sudah China, kafir pula!'

'Kata orang, seribu teman kurang, satu musuh terlalu banyak. Kalau saya, 50 orang musuh juga tak apa, toh sudah telanjur banyak.'

Dua ujaran yang tidak pantas Ahok menyebutkannya. Sebagai seorang pemimpin, Ahok yang ceplas ceplos atau saya menjulukinya beringas musti mengelola perasaannya. Ia tidak hanya berhadap hadapan dengan organisasi pembenci totalnya tetapi bertugas menyamankan warga lainnya yang netral bahkan memujanya. Pemimpin musti mengayomi seluruh lapisan. Sulutan yang Ahok ledakkan semakin mencerminkan Ahok tokoh yang sensitif melodramatik. Apa saja ia masukkan ke tembolok, tanpa kontrol, dan berkomunikasi buruk.

Saya bukan warga Jakarta. Namun saya punya kepedulian terhadap perkembangan Jakarta karena kemajuan Betawi akan merembet ke daerah lain di Nusantara. Jakarta ialah tolak ukur kecemerlangan negeri ini. Pun kalau Jakarta memiliki pemimpin seperti Ahok yang misalkan berprogram hebat namun keras kepala dengan komunikasi brutalnya, tentu saya berhak memberi masukan meski saya sadar tak akan sampai ke telinga seorang Ahok. Tidak semua orang punya pemikiran dengan menyibukkan diri berpikir Ahok lemah karena ia China dan kafir. Hanya orang tak terdidik yang berprasangka begitu. 

Baiklah, langkah yang paking bijak ialah menunggu 2016 ketika Ahok menuntaskan masa jabatannya. Kita lihat apakah sesumbar dirinya sebanding dengan prestasinya membangun Jakarta. Hemat saya, jika Ahok terus terusan berperilaku ganas, hentikan kepemimpinannya untuk periode berikutnya. Karena itu berbahaya!

Tidak ada komentar