Header Ads

KELASWARA JAYENGTRESNA


Paling menyita perhatian saya dari Teater Tari Golek Menak bertajuk "Kelaswara Jayengtresna" pada Minggu, 21 September 2014, di TMII Jakarta ialah kostum para penarinya. Mereka tak seperti pejoget yang biasa mengumbar ketiak, lengan, dan punggung. Soalnya, itu semua melecehkan orang orang yang berpenyakit kulit. Di drama tari klasik ini, saya seakan tentram karena kostum mereka yang tertutup. Hati saya ancles.

Siapa yang awal mulanya merancang tarian yang saya akui menarik ini?

Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Saya pikir, ia sosok raja yang langka dan brilian karena mampu mengadaptasi wayang kayu golek Pasundan menjelma sebuah tontonan yang indah, bermakna, dan sekali lagi tak memamerkan ketiak, lengan, dan punggung. Karena itu mendiskriminasi pemilik hiasan kulit yang jujur sulit kami hilangkan.

BERMODAL MUKA MELAS

Entah kenapa saya hanya tertarik dengan tontonan gratis. Ya bagaimana lagi, Jogja terlalu memanjakan selama saya tinggal dengan hiburan tak bermodal namun tetap berkualitas. Nah, sekarang saya kaya ketiban sial pas hidup di Tangerang. Hiburan mahal. Ketika Hendricus Widi kasih kabar kalau sanggarnya akan mementaskan diri, poster ia acung acungkan, dan harga tiket paling murahnya seperempat juta, saya mundur manis dong. Saya minta maaf tidak kasih dukungan moral padanya.

Bukan saya kalau tidak cerdik. Saya menahan diri dengan diam dan sesekali memancing obrolan tentang pentas golek menak itu. "Gimana, Wid! Lancar to persiapanmu?" Dan itu strategi standar saya. Trik demi trik saya luncurkan akhirnya berbuah bantuan tiket selundupan. Hore ....

TARI yang JUGA PENCAK SILAT

Sebetulnya banyak hal yang saya bisa pelajari dengan menonton drama gabungan tari dan tembang ini. Masalah cara mengemas cerita menjadi tontonan yang menggerakkan bisa saya petik di sini. Terus, saya mempelajari gerakan para penari yang lembut, relaks, dan ekstra sabar. Itu berguna guna melatih mental saya agar tak meledak ledak. Saya nikmati itu. Nikmat karena masuk gratis, tentu saja!

Sesuatu yang tak saya sangka, ternyata teater ini menyisipkan gerakan pencak silat dalam pagelarannya. Wah, semustinya para praktisi seperti Andityas Praba ikut nonton biar tahu kalau pencak telah menyatu dengan kegiatan lain. Rugi deh dia yang cuma banyak bacot pencak silat ini dan itu!

Secara total, saya menilai pagelaran teater golek menak "Kelaswara Jayengtresna" bagus dan berhak mendapat nilai 8. Terima kasih sudah kasih layar terjemah yang membantu saya tahu isi cerita. Kalau nggak ada, alamat saya tidur deh!

Selamat buat Sanggar Surya Kirana yang sudah memberi tontonan keren dan matur nuwun menguri nguri budaya Jawa. Senang sekali melihat kalian antusias menyalurkan gairah berkarya. Sukses di pertunjukan selanjutnya!

Salam santun!

Tidak ada komentar