Header Ads

BUS 'SUMBER KENCONO', MALAIKAT MAUT, & ANYANG ANYANGAN

'Makan di terminal harus ekstra hati hati! BANGSAT semua?!' dengus saya. Saya mangkel saat mendapati si penjual nasi padang menarik uang makan saya bermenu rendang Rp. 25.000.

'Terminal memang begitu, Ka Danie.' sambar Rina di antara teman satu tim yang ekspresi mereka sama kesalnya. 'Salah sendiri pilih warung yang nggak kasih daftar harga ....'

Rina mesam mesem karena ia tak memesan makanan sepertinya ia punya pengalaman serupa namun tak mengatakannya pada rekan setim. Cukup sudah dua kali kena jebakan maut di Terminal Malang, ketika makan soto dan teh kena Rp. 15.000 dengan rasa yang entah, ini kali Surabaya menggepuk kepala kami saat kondisi dompet sudah kritis.

***

Anyang anyangan yang sebelumnya saya rasakan sudah reda setelah menggelonggong diri dengan tiga botol air mineral ukuran 600 mL. Ditambah pusar yang saya tempeli koyo cabe, saya sudah tidak merasakan lagi ketersiksaan karena telat minum air putih selama latihan capoeira. Salah saya sendiri!

'Sudah enak, Ka Danie?' tanya Tarjo si capoeirista bertubuh gemuk pendek namun lincah setengah mati.

'Manjur jaya ....' jawab saya.

'Itu resep sudah diketahui umum, Ka ...' seloroh Tarjo sembari ngakak. 'Ka Danie sih malah ngaretin jempol kaki. Putus baru menyesal deh!'

'Iya, iya, iya ....' saya berterima kasih padanya bersamaan sang pimpinan perjalanan memberi kode untuk segera naik bus balik Jogja.

Surabaya hujan kencang. Bayangan saya sudah macam macam, tidak merasai dinginnya udara, namun terarah ke kawasan prostitusi Dolly. Di situ, saya pengin jualan toh botol.

'Sumber KENC?!' batin saya berteriak ketika bus yang dipilih Sumber Kencono yang sudah berubah nama jadi Sumber Selamat. Tragedi kecelakaan yang bertubi tubi olehnya membuat saya berpikir naik atau tidak ke bus itu.

'Busnya baru lima hari, Mas Mbak!' seru seseorang di samping kami setim. Pun kami terbujuk karena memang busnya kinclong.

"Marketing pasca jebloknya nama Bus Kencono yang keren!" batin saya sembari meyakinkan diri akan sampai Jogja dengan selamat.

***

Petaka itu datang lima belas menit dalam perjalanan. Saya kebelet pipis yang parah. Rasanya antara menggelinjang, pengin teriak minta turun, tapi uang di dompet mepet tinggal sepuluh ribu. Kalau turun, otomatis bus akan meninggalkan saya. Cari mesin ATM juga nggak tahu di mana kan?

Saya merengek rengek ke Tarjo di sebelah saya untuk meminta botol aqua. Kurang ajar, ia menyodorkan botol yang masih berisi penuh air. Tak saya sebutkan kalau saya pengin kencing ke dalam botol di dalam BUS!

'Buat apa, Ka?' tanya Tarjo.

'Oh, ini aku mau cek tanggal kadaluarsanya!' dusta saya. 'Oh, masih bagus. Aku minum semua ya ......'

Rekan satu tim sudah mulai teler karena kecapekan mengikuti acara capoeira. Tubuh saya makin penuh berisi air. Kencing ini sudah tak tertahan lagi.

Dan, lampu dimatikan! BRAVO, kemenangan saya sudah dekat .... Tarjo juga sudah menutup matanya, tubuhnya bersandar kursi dengan lemas tanda ia tidur. Saya memastikan ia masuk ke alam mimpi dengan memencet hidungnya. Benar, dia tidak bereaksi.

Saya buka resleting celana, memosisikan tubuh memunggungi Tarjo untuk KENCING ke dalam botol! Susahnya minta ampun .... Tapi bagaimana lagi ini darurat. BLAIK, saat bus menerjang jalan bergelombang serta merta tubuh saya koyak dan kencing saya jadi berantakan.

'TUHAN, lindungi saya! Lindungi saya!' saya berdoa cepat cepat.

Dalam kondisi seperti ini, mental juara dibutuhkan agar kencing berlangsung tuntas. Saya tenangkan diri, fokus sebelum sang kondektur menghampiri saya untuk menarik karcis. Tuhan memang tahu jika saya butuh bantuan. Botol air mineral pas banget dengan air kencing saya; tidak luber atau sisa. PAS!

***

Dalam sisa perjalanan menuju Jogja, saat hasrat kencing saya terlampiaskan, saya menelaah diri jika "Sumber Kencono bisa jadi toilet yang berkesan".

Tidak ada komentar