Header Ads

MENUNGGU SIM MATANG



'Bikin SIM, waktu terbuang hanya untuk menunggu.' ucap Taufik teman saya lewat status FBnya.

Saya mengelus janggut saya yang melebat bersyukur tanpa minyak Firdaus saya penampilan saya eksis natural.

Mau saya SMS si Taufik, malas. Saya bukan ibunya yang menyusuinya bukan pula ayahnya yang membelikan mainan di masa kecilnya. Saya seorang hamba sahaya yang jika kotak amal berputar di sela ritual shalat Jumat saya pura pura memasukkan sesuatu ke dalamnya padahal itu akting.

'Fik,' batin saya. 'Sudah beruntung kau bisa mengurus SIM. A bukan? Sekarang naik mobil kan? Ingatlah dulu kita jalan kaki dari kos ke kampus. Nilai kita juga jeblok! Sekarang, menunggu saja laporan pada Tuhan Facebook!'

Bayangan waktu kami prihatin kuliah membuat saya sedih sekaligus bangga. Kami terdidik untuk meraih segala sesuatu lewat jerih bukan belas kasihan. Taufik lupa akan hal itu.

'Kalau kau pengin cepat, masuk ke Indomaret, disapa akrab sama pelayannya, dan ambillah kartu remi, bayar atau pergi ke luar berstatus maling!' Seru saya di sini.

Tidak ada komentar