Festival Fermin, Bu Mega, & Jokowi
Justru saya bersyukur jika para banteng di Spanyol menusuk badan dua atau sepuluh peserta Festival Fermin. Darah yang muncrat dari beberapa orang nahas itu kepuasan saya. Lalu, orang orang yang belum beruntung terseruduk, yang jumlahnya ribuan itu, saya berdoa sekuat hati agar mereka segera mendapat balasan atas perbuatan hina membuat para banteng galau mengamuk.
Anda pasti bertanya tanya kenapa saya seperti penjagal yang tertutup sudah kemanusiaan saya dengan jatuhnya korban di festival yang diliput wartawan dari seluruh penjuru dunia? Yang dipertontonkan, disuguhkan dalam paket manis bertabur iklan? TIDAK! Manusia Spanyol-lah yang binatang. Kita tak boleh meniru mereka. Sungguh biadab. Tak biadab banget sih. Lebay nih si pengarang.
Tahu saya tengah emosi kelas Lex Luthor, musuh Superman yang bernama asli Cak Kent tanda ia orang Madura, pacar saya menentramkan gejolak diri saya. Ia segera berlari ke dapur dan paham membikinkan kopi super pahit. Katanya, mitos cokelat meredam stres adalah dusta. Kopi penawar terandalnya.
'Mas,' sodornya pada saya secangkir kopi tepat di muka saya. Saya menerimanya di teras rumah ayahnya ini. Malam Minggu yang bergerimis ini.
'Makasih, Yang.' ucap saya.
'Ho oh.' Ia duduk di samping saya. Bukan ngesot di lantai. Sembari ia menyibakkan rambutnya. Ia tidak berjilbab dengan alasan entah.
'Orang Spanyol ini gila!' Kutunjuk tunjuk koran yang memberitakan Festival Fermin.
'Aak ah ....' Pacar saya memang aneh. Kadang memanggil saya dengan "mas, kaka, bang, brother, next husband, papa, kadang juga lampion".
Hujan mulai deras. Saya teguk kopi dan rasanya ada unsur parfum. Sepertinya, wewangian tubuh pacar saya masuk ke kopi.
'Mas Danie,' kan berubah lagi dari Aak. 'Banteng banteng itu ngamuk bukan karena marah.'
'Apa, Yang?' tanya saya.
'Mereka mencari induknya. Mamanya.'
'Siapa?'
Pacar saya bertampang serius. 'Bu Mega!'
'Kok?'
Ia menjelaskan jika para banteng Spanyol adalah kader PDI Perjuangan. Termasuk Jokowi, Ganjar Pranowo, Rustriningsih. Mereka mau lapor kesuksesan pada ibu mereka.
'Kalau kamu bukan pacarku, Yang. Sudah kubenturkan kepalaku ke tembok.' kata saya.
'Silakan.' balasnya berbarengan dengan deham dan batuk ayahnya.
Pukul sepuluh dan waktunya pamit.
___________________
Follow my twitter @AndhyRomdani & FB: Andhy Romdani
Post a Comment