‘Walikota Solo itu bodoh, kebijakan Gubernur kok ditentang. Sekali lagi saya tanya, Solo itu masuk wilayah mana?

Siapa yang mau membangun?’ kata Bibit Waluyo.

Sebagai warga Jawa Tengah saya malu. Meski selepas SMA saya merantau ke luar dari provinsi yang telah membesarkan saya, kejadian ini sontak membuat rasa nurani saya terusik. Bagaimana bisa, pimpinan bernama Bibit Waluyo mengucapkan kata kata kasar seperti itu? Seakan martabat Jawa Tengah sebagai daerah yang Njawani lenyap seketika. Memang, Jokowi sebagai Walikota Solo juga belum tentu benar. Tetapi, tidak adakah kalimat lain yang lebih elegan dan bermoral selain kata kata itu?

Saya sadar, semua ini politik belaka. Jokowi yang menanggapi dengan enteng, mengaku jika ia memang bodoh, tentu berkaca pada gaya SBY yang memancing simpati warga Solo. Bisa jadi begitu. Tapi, Bibit Waluyo telah memantik perang yang sejak dari dulu diredam.

Berdirinya Daerah Istimewa Surakarta Hadiningrat.

Sejarah Solo, atau Surakarta katakanlah, jauh lebih tua dibanding berdirinya Provinsi Jawa Tengah. Dan itu harus disadari oleh Bibit Waluyo. Mataram dengan keagungannya, meski berpisah dengan saudaranya DIY, Surakarta tetap memiliki kekuatan yang tidak boleh dianggap remeh. Industri konveksi sangat besar di daerah Surakarta Raya. Ini menjadi aset sangat vital yang sangat mendukung kukuhnya kekuatan ekonomi Surakarta. Jawa Tengah adalah sekumpulan daerah yang masing masing memiliki karakter. Jika Bibit Waluyo mengatakan ingin membangun mal di pabrik tua es Saripetojo, baiklah, silakan saja. Tapi ungkapkan rencana itu dengan sangat bijaksana. Tidak dengan ungkapan yang membabi buta.

Jokowi itu aset bangsa. Anak negeri yang harus terus didukung dengan kelebihan serta kekurangan. Anak anak bangsa lain di Provinsi Jawa Tengah juga layak mendapatkan keadilan dalam segala hal. Meski saya bukan orang Surakarta asli, setidaknya saya ingin berbagi pendapat tentang kekisruhan ini.

Jika Bibit Waluyo tidak meminta maaf kepada warga Solo, bisa jadi Daerah Istimewa Surakarta akan segera berdiri. Wallahualam.