Header Ads

Whispers and Promises

Menendang selimut, berjalan terhuyung ke luar kamar. Menuju pekarangan, tempat bajing bajing bersembunyi. Di sela sela bambu yang berantakan di dekat kandang ayam. Pagi buta ini, tubuhku menggeliat. Menanti sang mentari datang.

Janji di siang hari. Panas terik nanti akan sangat menyebalkan. Tidak seperti kabut yang kutemui saat ini. Tulangku merasa, apalagi kulitku yang basah olehnya. Oleh kabut.

Enggan diriku mengambil air untuk mencuci muka. Biar sebentar kumerasa kabut adalah milikku seorang. Tak seekor jantan ayam berhak atas pagi yang membangunkanku. Entah mimpi semalam apa yang kudapat, hingga aku merasa seperti tetua yang gandrung kembali dengan arwah istrinya. Ditinggal mati oleh belahan jiwa, menuju ke Tuhannya. Ke Tuhan kami. Dan sungguh, kabut ini mengingatkanku akan janji nanti siang. Aku takut. Bertemu dengan orang orang yang akan mencemburuiku. Menuduhku yang bukan bukan. Memojokkanku untuk mengaku jika aku adalah pencuri satu pensil di malam hari di toko besar. Benar benar aku tak ingin masuk ke dalam bui.

Biarlah, aku memutuskan. Siang dan malam adalah nanti. Saat ini, aku menikmati kabut. Dan janji bertemu yang sebenarnya tak ingin kuwujudkan.



Tidak ada komentar