Header Ads

Lapangan Badminton: Antara etnis Minang, Jawa, Batak, dan Darah Campuran

Empat lapangan badminton. 4 kelompok. Masing masing menunjukkan kekuatan yang berbeda.
Lapangan 1, tampak dan terdengar obrolan berbahasa Minang.
Lapangan 2, tempat saya dan tim. Beretnis Jawa. Tulen.
Yang paling ramai, lapangan 3, Batak cekakan tertawa lepas.
Terakhir, entah. Kurang begitu terdeteksi. Sepertinya, tim ini berdarah campuran. Tak jelas, kadang mereka berbicara dalam Bahasa Indonesia nan elegan karena ber EYD. Di sela selanya, bahasa yang tak pernah saya pahami.

Gedung olahraga tempat melepas segala penat. Lenguhan saat mensmash dan bersarang tepat di sudut kosong lawan sesekali terdengar. Riuh dan mengundang siapapun yang di sana untuk terpancing adrenalinnya. Seminggu sekali, setelah kesibukan kantor yang serasa menekan otak dan perasaan.

4 orang etnis Minangkabau beradu ketangkasan badminton.
'Rendang kau!'
Jawab sang lawan: 'Sate padang!'

Saya terkekeh dalam hati. Selanjutnya, saya melepas bola menuju si Bram lawan tanding saya.

Kami di lapangan 2 cenderung diam. Biasa, karakter Jawa begitu. Tapi beruntung saya mengenal badminton. Ada kesempatan untuk melampiaskan kekesalan. Yang jika diakui, orang Jawa termasuk saya cenderung menahan, atau menekan perasaan, dan nggerundel di belakang. Nah, badminton adalah seperti zanzak tinju untuk melepaskan sifat setan yang kami punya. Tunggu, tentunya tanpa mengeluarkan kata kata jorok.

Saya ingin berteriak, 'Gudeg Jogja!' kepada teman teman Minang, tapi saya tahan. Biarlah menjadi pekerjaan rumah.

Line 3. Inilah kumpulan orang Batak. Sangar sangar. Suaranya tajam. Sesekali saya melirik permainan mereka, setelah satu smash Bram masuk menembus pertahanan saya. Para Batak tampil luar biasa: penuh semangat, berlari ke sana kemari, pantang untung dikalahkan lawan tanding. Ya, ya, saya mencuri aura semangat permainan mereka, untuk saya gabungkan dan memperkaya karakter saya.

Mereka terkadang bernyanyi. Jika saya tadi bawa gitar, mereka tentu saja mau menerima tawaran saya untuk bernyanyi. Mereka pasti akan melengkingkan suara indah. Itulah kegemaran mereka.

Keempat. Line yang tak jelas. Multi etnis, Indonesia sekali. Namun, tak ada denyut. Biasa saja. Enam orang sedang belajar bermain badminton. Tamplek orang di sebelah utara, yang selatan menamplek, dan luput. Smash, tak jarang lepas. Wah, wah, mereka masih bau kencur. Tapi tak mengapa, saya menghargai niat baik mereka di hari Minggu ini. Badminton bukankah tidak monopoli satu orang?

Dan, sepertinya saya meremehkan. Ralat, tidak boleh berpikiran seperti itu.

2 jam terlewati. Saatnya berganti tim lain.

Minggu depan dan mingu minggu berikutnya perlu diagendakan. Berlatih badminton. Melatih kebersamaan tim. Itu yang harus diraih.
Selamat.

Tidak ada komentar