Seri PNS Gaul: Menjinakkan Rekan Kerja Bawel dan Banyak Tingkah
Pernah saya menjerumuskan teman sendiri, berharap ia tak melangkahi saya dalam hal karir. Karena hanya saya yang berhak untuk disayangi oleh atasan. Cukup diri saya. Bukan yang lain. Oleh karena itu, segala usaha teman teman untuk memantapkan diri dan pekerjaannya, saya akan menghalang halangi dengan cara apapun, semaksimal yang saya mampu lakukan. Dan itu sering terlintas dalam pikiran, saya lakukan, dan berhasil. Ya, berhasil. Saya menjadi lebih dekat dengan bos, kepercayaan ada di tangan saya.
Sejalan waktu, banyak orang mencibir dengan apa yang saya telah jalani. Hidup seperti burung bangkai yang memakan daging teman sendiri. Yang, setelah saya pelajari lebih dalam, mereka pula berhak bergerak, mengaktualisasikan diri mereka. Tanpa ada penghalang apapun. Dan, persaingan sehat yang patut ditonjolkan. Bukan kesan buta merajalela, kasar tak bermoral, hanya saya yang berkuasa, tanpa memperhatikan potensi yang dipunya oleh orang lain.
Teman, teman kerja. Sungguh dua kata yang tak mungkin untuk disatukan. Jika bisa, itupun hanya terjadi dalam bingkai sama visi. Sama kegemaran. Tak lebih. Kedewasaan akan buyar jika sudah menyangkut posisi. Dan, tak ada teman sejati di lingkungan kerja, seperti para politikus yang saling mematikan, saling menundukkan. Apakah itu benar?
Menjalin pertemananan dengan teman kerja sepertinya butuh waktu yang panjang. Semua bergantung kepada kepentingan. Ya, naluri untuk bertahan, mempertahankan diri.
Masih terus mengejar seperti apa berteman yang baik dengan rekan kerja. Tak usah dipikir dalam dan lama. Jalani saja, dan berpendapat jika seluruh teman kerja adalah teman sejati. Tak peduli, ia akan menusuk kita dari belakang. Karena jalan damai dalam berteman lebih aman. Dibanding sekadar menunjukkan 'siapa aku'.
Teman, teman, teman dalam suka dan duka. Keparat.
Sejalan waktu, banyak orang mencibir dengan apa yang saya telah jalani. Hidup seperti burung bangkai yang memakan daging teman sendiri. Yang, setelah saya pelajari lebih dalam, mereka pula berhak bergerak, mengaktualisasikan diri mereka. Tanpa ada penghalang apapun. Dan, persaingan sehat yang patut ditonjolkan. Bukan kesan buta merajalela, kasar tak bermoral, hanya saya yang berkuasa, tanpa memperhatikan potensi yang dipunya oleh orang lain.
Teman, teman kerja. Sungguh dua kata yang tak mungkin untuk disatukan. Jika bisa, itupun hanya terjadi dalam bingkai sama visi. Sama kegemaran. Tak lebih. Kedewasaan akan buyar jika sudah menyangkut posisi. Dan, tak ada teman sejati di lingkungan kerja, seperti para politikus yang saling mematikan, saling menundukkan. Apakah itu benar?
Menjalin pertemananan dengan teman kerja sepertinya butuh waktu yang panjang. Semua bergantung kepada kepentingan. Ya, naluri untuk bertahan, mempertahankan diri.
Masih terus mengejar seperti apa berteman yang baik dengan rekan kerja. Tak usah dipikir dalam dan lama. Jalani saja, dan berpendapat jika seluruh teman kerja adalah teman sejati. Tak peduli, ia akan menusuk kita dari belakang. Karena jalan damai dalam berteman lebih aman. Dibanding sekadar menunjukkan 'siapa aku'.
Teman, teman, teman dalam suka dan duka. Keparat.
Post a Comment