Header Ads

The Queen (2006): Tewasnya Putri Diana, Peran Ratu Elizabeth II, Konspirasi KGB, dan Kecerdikan PM Tony Blair

Rating:★★★
Category:Movies
Genre: Drama
'Tenang dan terhormat.' -- Ratu Elizabeth II.

Dulu, saya menganggap, Ratu Elizabeth II tak ubahnya Hitler.
Dulu, saya sempat memberi rasa iba, teruntuk Putri Diana, karena perlakuan Sang Ratu Inggris Raya yang tak manusiawi.
Dulu, saya menaruh benci, saat Pangeran Charles lebih memilih Camilla Parker Bowles dibanding Diana yang telah memberinya dua orang pangeran kecil.
Dulu, Tony Blair saya beri nilai rendah, tak tahu capaian yang direngkuhnya bagi perdamaian dunia.
Inggris bagi saya, dulu, mirip Kerajaan Khayalan yang di sana berkumpul para penghisap darah. Tempat merancang segala imperialisme dan kebejatan yang tak adil bagi negara negara dunia ketiga, negara yang sekarat, seperti Indonesia.
Dulu, saya antipati terhadap Inggris atau anak perahnya Amerika Serikat. Inggris, dulu, bagi saya adalah negara terkutuk, negeri penjajah, yang menguras pundi pundi emas di Singapura, Malaysia, atau Negeri Commonwealth lain, dan segala rupa yang mengasyikkan di dunia ini.

The Queen (2006) adalah antitesis dari seluruh yang saya pikirkan. Mengubah sudut pandang, mengajak untuk berpikir ulang, bahwa segala yang kita lihat layak dicerna terlebih dahulu. Jangan pernah berpikir sekejap. Jika sekejap itu sangat dibutuhkan, tentu didahului oleh pemikiran yang dalam.
Inggris mengalami era baru saat Tony Blair terpilih menjadi Perdana Menteri termuda dari Partai Buruh pada 199.... Beberapa dekade yang lalu, Partai Konservatif berkuasa dan selalu saja dianggap sebagai tangan panjang Kerajaan. Dan, Tony Blair bertekad untuk memodernisasikan Inggris dengan caranya sendiri.
Lady Di, Putri Wales, mantan istri Pangeran Charles, mengalami kecelakaan tragis di Paris bersama kekasihnya, Dodi Al Fayed. Berbagai pendapat menyeruak. Ada yang menyalahkan Paparazzi yang sangat berhasrat memburu berita Lady Di dengan cara apapun Dari sudut manapun. Timbul kecurigaan lain, pihak kerajaan Inggris bermain di balik tewasnya Putri yang dikenal dunia dengan sensasi luar biasanya yang melintasi benua. Hampir seminggu sejak kematian Lady Di pihak kerajaan belum memberikan keterangan atau semacam pernyataan ke publik. Dan ini menimbulkan berbagai opini yang mulai menggerus kerajaan. Harus ada tindakan cepat untuk mengatasi ini.

Seketika Perdana Menteri Tony Blair memberikan pernyataan lewat pers kepada khalayak. Menyebut nyebut Lady Di adalah Putri Seluruh Rakyat. Tindakan jitu yang mulai menahan kritik kritik pedas rakyat. Namun tetap saja Kerajaan masih membisu. Dengan kecerdikan Tony Blair, melobi sang Ratu, akhirnya Kerajaan mau menaikkan bendera Union Jack setengah tiang, yang hanya waktu waktu tertentu boleh dinaikkan setengah tiang. Kombinasi kematian Lady Di dan kecerdikan Tony Blair membuahkan hasil manis bagi perkembangan politik Kerajaan Inggris Raya yang terkenal sangat kolot memegang tradisi.

Bagaimana dengan Ratu Elizabeth II?
Hellen Miller bermain cemerlang dengan mengangkat sisi sensitif sang Ratu. Di tangannya, peran Ratu Elizabeth menjadi sangat humanis, tidak gegabah, namun tetap berkarakter. Adegan yang sangat mengharukan ditunjukkan The Queen saat Ratu harus 'rela melepaskan keratuannya' dengan mengunjungi para pelayat yang berada di depan Istana Baltimor, dengan bertumpuk tumpuk karangan bunga, yang di sana berisi umpatan terhadap Ratu dan keluarga istana. Dengan muka kecut, terkejut, dan menerima kenyataan, seolah sang Ratu, juga suaminya Pangeran Philips, belajar memahami perasaan rakyatnya yang kehilangan sang superstar bernama Lady Di. Meski hubungan antara kerajaan dan Lady Di bisa dikatakan amat buruk. Simpati yang semula berada di tangan Mendiang Lady Di, mengalir pula ke diri Sang Ratu Elizabeth. Ya, berkat peran Tony Blair, tentu dengan pengambilan keputusan Ratu yang 'Tenang dan Terhormat'.

Film ini, jika saya menebak, sebetulnya propaganda pemerintah Inggris dalam memperbaiki citranya yang tengah memburuk. Atau mungkin pula pesanan dari kerajaan. Entahlah, tapi yang menjadi pertanyaan mendasar, bagaimana bisa seluruh peran di film sesuai dengan aslinya. Nama, lokasi, kejadian, apakah kerajaan menyetir jalannya pembuatan film, entahlah. Sejauh ini, tidak ada tampikan dari pihak istana saat film diluncurkan, dan mereka diam dan tidak menolak. Atau, film film seperti ini sudah jamak dibuat di luar negeri. Bagaimana dengan Indonesia? Apakah mungkin perjalanan dan intrik politik Presiden SBY dan sekeluarga bisa difilmkan. Tentu harus hati hati dalam membuatnya. Karena kedewasaan antara rakyat Inggris dan Indonesia sangat berbeda. Bukan yang satu lebih daripada lainnya, tapi kenyataan mengatakan dunia Barat dan Timur dipisahkan oleh yang bernama Perbedaan Adat.

Secara umum, The Queen berhasil mengajak para pemirsanya untuk memandang jernih Kerajaan Inggris Raya dengan Sang Ratunya Elizabeth II. Dengan alur yang halus, meski lambat namun tak membosankan, film ini layak dijadikan pilihan bagi mereka yang menyukai intrik keluarga Kerajaan. Atau para pecandu cerita politik kekuasaan.

Enam setengah bintang dari 10.








Tidak ada komentar