Header Ads

Saat Saya Menjadi PNS

'Tak bolehlah kau membenci sesuatu berlebihan, Nang.' Tersambar saya dengan kalimat itu. Wejangan terakhir Bunda saya. Antara percaya dan tidak, saya termakan oleh perkataan yang pernah saya terbitkan. Lewat mulut entah berantah saya. Yang terkadang tak terkontrol.

Dulu, saya pernah berujar, 'Sampai mati, aku tak akan mendaftar PNS! Pekerjaan apaan itu?'

Pasti, pasti, Tuhan sayang kepada umatNya dengan cara yang sungguh mengejutkan. Dan saya dibenturkan oleh posisi saya sekarang.

Sebulan yang lalu, saya iseng mendaftar PNS, yang dulu saya benci setengah mati. Karena ketakutan berlebihan, jika saya akan tak berkembang, tak memiliki masa depan, karena harus terpaku di depan monitor sepanjang hayat, dan aneka gunjingan lain. Sekarang, oh Tuhan, ujian apalagi yang Kau berikan kepada saya? Hingga saya harus menerima kenyataan yang teramat bertentangan.

'Nang, kamu harus memilih. PNS itu baik, kalau kamu pintar membawa diri.' lanjut Bunda saya.
'Masih bimbang, Bu.'
'Apa yang kau bingungkan? Bukankah sudah jelas, masa depanmu aman. Sekolah kan nanti dapat to, Nang?'
'Bagaimana dengan idealisme saya Bu?'
'Idealisme ki apa to, Nang?'
Oiya, saya salah mengarahkan pembicaraan. Bunda tidak begitu tahu tentang hal itu. Yang beliau tahu, menyekolahkan anak setinggi mungkin, membantu Ayah di sawah. Sudahlah, tanpa mengurangi hormat saya kepada Bunda, saya menjelaskan pendapat saya.
'Bu, saya takut kalau di PNS nanti saya hanya duduk duduk manis.'
'Loh, Nang. Itu tergantung awakmu. Kan bisa kamu isi dengan baca buku. Sesuai kesukaanmu. Ya to?' sekali lagi Bunda memberi masukan. 'Bisa belajar program komputer, ikut kursus dan seminar, belajar legawa sama atasan. Banyak kan Nang yang bisa kamu lakukan.'
'Oh begitu ya Bun?' Saya tersihir oleh apa yang keluar dari bibir Bunda. Saya selalu tak mampu untuk mengatakan tidak. Karena agama saya melarang saya membandel kepada Bunda.
'Tapi Bu ....'
'Sudahlah. Ibu berpesan untuk yang satu ini. Ambil saja PNS itu. Masalah lain, nanti kamu sesuaikan.'
'Baik Bu.'

Saya segera bergegas menyiapkan berkas. Ibu kembali dengan kesibukannya.

4 komentar: